ARTIKEL KAJIAN
Mengulik Permasalahan Calon
Apoteker Gagal Lulus UKAI
Biro Advokasi dan
Kesejahteraan Mahasiswa Kabinet Glory
Badan Eksekutif Mahasiswa
Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadiyah
Surakarta
Dinamika zaman yang berubah
sangat cepat menuntut Apoteker Indonesia untuk memiliki kualitas keterampilan
dan pengetahuan yang terstandarisasi secara global. Objek utama yang menjadi
topik isu kefarmasian, seolah akan menjadi penjawab tantangan zaman dengan
pemerataan pendidikan dan standarisasi pendidikan farmasi di Indonesia sesuai
dengan peraturan DIKTI mengenai setiap profesional harus melakukan uji
kompetensi nasional, salah satunya di bidang farmasi yaitu Uji Kompetensi
Apoteker Indonesia (UKAI).
UKAI menjadi salah satu
cara apoteker untuk menunjukkan eksistensinya dan meningkatkan kualitasnya. Sebagai alat
ukur pencapaian kompetensi, penyelenggaraan UKAI sebagai uji kompetensi
nasional merupakan bagian integral sekaligus komplementer terhadap sistem ujian
di institusi. Metode maupun sistem ujian dikembangkan secara sistematis untuk
memenuhi prinsip dasar asesmen yaitu valid, objective, reliable,
feasible, dan berdampak pada pembelajaran (impact on learning).
UKAI diselenggarakan dengan harapan menjadi penilaian dan penyamaraatan standar
calon apoteker seluruh Indonesia.
Banyak peserta UKAI merasa
tidak adil karena adanya beberapa perubahan pelaksanaan Ujian Kompetensi
Apoteker pada tahun 2022 dari tahun sebelumnya. Dimana ada perubahan pada batas
nilai lulus UKAI dari 52,50 menjadi 56,00. Dalam forum yang dirilis oleh GMFI
untuk mewadahi aspirasi, tidak sedikit peserta merasa informasi yang diberikan
panitia penyelenggara UKAI yaitu IAI dan APTFI masih belum jelas kebenaran
mengenai standarisasi penilaian, sehingga
peserta kurang matang dalam mempersiapkan diri untuk mengikuti ujian.
Pemilihan tim penilaian UKAI rupanya juga menimbulkan kontroversi, karena belum
adanya landasan hukum yang pasti mengenai pihak yang berhak menjadi panitia
penilai, sehingga dikhawatirkan akan terjadi penyalahgunaan wewenang Selain itu, informasi nilai batas lulus yang
diberikan panitia tidak ditentukan jauh sebelum hari pelaksanaan UKOM. Masih
banyak lagi evaluasi dari pelaksanaan
ujian ini dari tahun ke tahun, jika tidak ada tindak lanjut, tidak menutup
kemungkinan bahwasanya pelaksanaan UKAI akan menimbulkan problem yang sama dari
tahun sebelumnya karena belum terselesaikannya masalah dari tahun sebelumnya.
Akibat dari permasalahan ini diduga mengakibatkan banyak peserta tidak lulus
tes UKAI. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut apakah
dengan cara menaikkan nilai batas lulus, akan menguntungkan 2 pihak yaitu
peserta dan panitia, atau hanya memperbaiki eksistensi apoteker saja?
Hal mengenai tes UKAI telah
diatur dalam UU Permendikbud Nomor 2 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Uji Kompetensi Mahasiswa bidang Kesehatan. Disebutkan secara jelas, bahwa UKAI
adalah syarat standarisasi calon apoteker. UU Permendikbud Pasal 2 Nomor 2
Tahun 2020 menjelaskan bahwasanya :
1. Mahasiswa bidang kesehatan pada akhir masa pendidikan program vokasi
atau program profesi harus mengikuti Uji Kompetensi secara nasional.
2. Mahasiswa bidang kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
mahasiswa yang menempuh pendidikan pada Perguruan Tinggi yang menyelenggarakan
pendidikan tinggi bidang kesehatan.
3. Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk
mencapai standar kompetensi lulusan yang memenuhi standar kompetensi kerja
sebagai tenaga kesehatan.
Pasal diatas menjelaskan
bahwa UKAI adalah Ujian Kompetensi yang wajib dilaksanakan bagi mahasiswa
profesi guna memenuhi standar kompetensi kerja sebagai tenaga kerja kesehatan
yang profesional. Namun ada hal yang perlu kita sorot disini, mengenai
kesejahteraan dari mahasiswa profesi itu sendiri. Apakah undang-undang yang
disebutkan diatas sudah sesuai dengan kemampuan serta kinerja dari
mahasiswa-mahasiswi profesi? Sempat terjadi beberapa kasus demonstrasi yang
dilakukan oleh mahasiswa yang menempuh studi profesi apoteker karena
ketidaksesuaian undang- undang dengan kondisi riil yang ada. Ada sekitar 50%
mahasiswa profesi yang gagal saat melaksanakan UKAI karena standar yang
ditetapkan diduga terlalu tinggi. Terlebih dengan adanya kenaikan Nilai Batas
Lulus (NBL) dari 52,50 menjadi 56,00. Kenaikan nilai yang cukup signifikan ini
rupanya membuat kelulusan tes UKAI akan
semakin sulit dibanding tahun sebelumnya.
Hal ini tentu akan merugikan dan menyulitkan mahasiswa profesi.
Selain merugikan mahasiswa
profesi baik dari segi mental, psikis, waktu, tempat serta tenaga, problematika
UKAI ini juga berdampak pada negara ini, dimana negara ini masih membutuhkan
SDM apoteker yang hadir di tengah masyarakat untuk mewujudkan kesehatan yang
paripurna. Oleh karena itu, GFMI ( Gerakan Farmasis Milenial Indonesia)
mengangkat problematika ini besar besaran, tentang keresahan-keresahan
mahasiswa profesi terkait pelaksanaan UKAI. Hal ini sudah ditindaklanjuti oleh
pemerintah dan sedang menunggu pengumuman mengenai UKAI selanjutnya. Seluruh
tenaga kefarmasian tentunya mengharapkan pemerintah mengevaluasi berdasarkan
aspirasi yang dituangkan peserta UKAI tahun 2022.
UKAI merupakan hal yang
sangat penting bagi mahasiswa profesi. Karena UKAI menjadi salah satu penentu
nasib dari seorang mahasiswa profesi apoteker. Benar adanya UKAI dibuat dengan
konsep sedemikian rupa agar nantinya apoteker yang terjun langsung ke
masyarakat adalah apoteker yang memiliki standar uji internasional. Namun
alangkah baiknya, UKAI dilaksanakan menyesuaikan dari kemampuan dan kompetensi
dari mahasiswa profesi apoteker di seluruh Indonesia. Dan seharusnya pihak
institut menyelenggarakan uji coba atau latihan soal UKOM agar harapannya
mahasiswa profesi mempunyai bekal lebih, mengingat bahwa suatu institusi
perguruan tinggi memiliki tanggung jawab untuk mengantar mahasiswanya agar
lulus dalam tes UKAI dengan semaksimal mungkin. Sebaiknya kenaikan nilai batas
lulus UKAI dapat dinaikkan secara perlahan dan tidak begitu signifikan, agar
dapat menciptakan apoteker yang berkompeten dengan memperhatikan keadaan
pendidikan profesi apoteker di Indonesia. Pemerintah diharapkan dapat mengambil
keputusan yang terbaik sehingga tidak akan ada pihak manapun yang merasa
dirugikan dengan kebijakan yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Farmasetika.com. 2022. “Lebih dari 50% Apoteker
Gagal di CBT UKAI, GFMI Tuntut Keadilan”
https://farmasetika.com/2022/09/02/lebih-dari-50-apoteker-gagal-di-cbt-ukai-gfmi-tuntut-keadilan/. Diakses pada 18 mei 2023.
Farmasetika.com. 2022. “Nilai Batas Lulus CBT
UKAI Naik Pesat, 2 Ribu Apoteker Protes Keras”
https://farmasetika.com/2022/09/01/nilai-batas-lulus-cbt-ukai-naik-pesat-2-ribu-apoteker-protes-keras/. Diakses pada 18 mei 2023.
Sonora.id. 2022. “Perwakilan Mahasiswa Apoteker
Seluruh Indonesia sampaikan kritik sistem kelulusan ke IAI”
https://www.sonora.id/read/423464963/perwakilan-mahasiswa-apoteker-seluruh-indonesia-sampaikan-kritik-sistem-kelulusan-ke-iai. Diakses pada 18 mei 2023.
Farmasi.bku.ac.id. 2022. “Ujian CBT UKAI(Ujian
Kompetensi Apoteker Indonesia”
UJIAN CBT UKAI (UJI KOMPETENSI APOTEKER INDONESIA) – Fakultas Farmasi BKU. Diakses pada 18 Mei 2023.
Liputan6.com. 2022. “Ribuan Calon Apoteker Tak
Lulus Uji Kompetensi Dipersilakan Lapor ke Posko Pengaduan”
https://www.liputan6.com/news/read/5114774/ribuan-calon-apoteker-tak-lulus-uji-kompetensi-dipersilakan-lapor-ke-posko-pengaduan. Diakses pada 18 mei 2023.
Hadramisuprayogi.id. 2022. “Kisruh NBL Penentu
Nasib Calon Apoteker”
https://www.hadramisuprayogi.id/2022/09/kisruh-nbl-penentu-nasib-calon-apoteker.html. Diakses pada 18 mei 2023.
0 Response:
Post a Comment