Kabinet harshabrata

Visi Kami

Menjadikan BEM FF UMS sebagai tonggak dan fasilitator dalam lingkup yang kolaboratif, prestatif dan solutif untuk kemajuan dan kesejahteraan seluruh civitas akademika FF UMS

Misi Kami Tentang Harshabrata

Divisi Seni dan Olahraga Divisi Pengembangan Intelektual Divisi Pengembangan Organisasi dan Kaderisasi Divisi Islamic Student Center Divisi Eksternal Divisi Hubungan dan Sosial Masyarakat

Divisi Dana dan Usaha Divisi Media dan Publikasi Divisi Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa

News

Wednesday, December 6, 2023

Kemanakah Masa Depan Para Lulusan Sarjana Farmasi?

Kemanakah Masa Depan Para Lulusan Sarjana Farmasi?



ARTIKEL KAJIAN


Kemanakah Masa Depan Para Lulusan Sarjana Farmasi?

Biro Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa Kabinet Glory

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Farmasi

Universitas Muhammadiyah Surakarta

 

 

      Farmasis mempunyai keahlian dalam ilmu kefarmasian dengan memiliki bekal pengetahuan yang mendalam tentang dosis obat, interaksi obat, dan konseling terhadap pasien.Mereka berperan penting dalam memaksimalkan terapi obat dan mencegah terjadinya kesalahan pengobatan, serta bertanggung jawab dalam melakukan pemberian obat kepada pasien sesuai dengan kondisi medis. Selain itu, seorang farmasis juga memberikan informasi dan saran yang berharga kepada pasien dan tenaga medis lainnya dengan pemahaman farmakologi. Hal ini dilakukan demi meningkatkan persentase kesehatan di Indonesia. Akan tetapi banyak warga Indonesia yang masih belum sadar bahwa farmasis berperan penting dalam dunia kesehatan dan tidak dapat dikesampingkan kedudukannya. Salah satu alasan pentingnya bidang ini karena ilmu kefarmasian yang sangat beragam dan luas, sehingga hanya orang-orang ahli dalam bidang tersebut yang dapat menguasainya. Namun, dengan adanya aturan perundang-undangan yang baru di dinamika dunia kefarmasian ini mematahkan harapan sarjana farmasi untuk terus mengabdi. 

   Dinamika dunia kefarmasian memang tidak akan pernah berhenti seiring dengan perkembangan zaman. Pada saat ini perubahan perundang-undangan terus dilakukan pemerintah, sehingga menimbulkan berbagai efek positif maupun negatif jika dilihat dari berbagai sudut pandang yang berbeda. Salah satu dampak negatif perubahan Undang-Undang kefarmasian ini yang sedang menjadi sorotan yaitu timbulnya konflik ketimpangan S1 farmasi  dengan PSPA (Program Studi Profesi Apoteker). Undang-Undang baru yang menjadi sorotan dalam bidang kesehatan pada saat ini yaitu Undang-Undang nomor 17 tahun 2023.

Undang-undang nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan memang telah mengubah paradigma dalam pengakuan tenaga kesehatan di Indonesia, namun perubahan ini menimbulkan kekhawatiran serius bagi ribuan lulusan sarjana farmasi yang telah bekerja sebagai tenaga teknis kefarmasian. Pada pasal 199 ayat 5 yang berbunyi, “Jenis tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d atas tenaga vokasi farmasi, Apoteker, dan Apoteker spesialis.” Pada pasal tersebut tidak menyebutkan sarjana farmasi sebagai tenaga kefarmasian, tentunya hal ini menjadi sorotan pada dunia kefarmasian. Pengakuan sarjana farmasi sebagai bagian integral dari tenaga kesehatan adalah suatu keharusan yang tidak boleh diabaikan. Sarjana farmasi juga perlu diberikan perlindungan dan hak-hak yang sama dengan jenjang sekolah farmasi yang lainnya, seperti yang diterangkan pada ayat diatas yaitu tenaga vokasi farmasi, apoteker, dan apoteker spesialis. Selain itu, dengan memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan mereka secara optimal, kita dapat memastikan bahwa lulusan sarjana farmasi dapat terus berkontribusi dalam memajukan sistem kesehatan dan meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian.

PSPA atau Program Studi Profesi Apoteker adalah pendidikan tinggi setelah sarjana farmasi yang didasarkan pada Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) jenjang 7. Jumlah PSPA di Indonesia terbilang sedikit jika dibandingkan dengan program studi profesi tenaga kesehatan lainnya. Berdasarkan data hasil akreditasi oleh Lembaga Akreditasi Mandiri Perguruan Tinggi Kesehatan (LAM-PTKes) hanya terdapat 46 perguruan tinggi yang membuka program studi profesi apoteker di Indonesia dengan akreditasi A, B, dan C. Hal inilah yang menjadi keresahan bagi mahasiswa sarjana farmasi itu sendiri untuk melanjutkan studinya ke jenjang profesi. Dikarenakan PSPA yang ada di Indonesia tergolong sedikit, semakin ketat pula persaingannya, ditambah terbatasnya kuota PSPA yang dibuka dari setiap perguruan tinggi. Selain itu, ada banyak mahasiswa S1 farmasi yang tidak bisa melanjutkan jenjang studi apoteker karena terhalang biaya studi apoteker yang jauh lebih mahal dibanding program studi S1 farmasi. Berangkat dari keresahan ini, bagaimana dengan nasib mahasiswa sarjana farmasi kedepannya?

Jika kita bandingkan dengan UU yang terdahulu yaitu pada Undang-Undang Nomor 36 tahun 2014 tentang Kesehatan pasal 11 ayat 6 yang berbunyi “Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e terdiri atas apoteker dan tenaga teknis kefarmasian.” Pada Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian pasal 33 ayat 2 menjelaskan bahwa tenaga teknis kefarmasian terdiri dari sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analis farmasi, dan tenaga menengah farmasi/asisten apoteker. Pada undang-undang tersebut sarjana farmasi masih termasuk ke dalam tenaga kefarmasian, namun pada undang-undang yang baru sarjana farmasi sudah bukan lagi disebutkan sebagai tenaga teknis kefarmasian. 

Setelah disahkannya UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023,banyak mahasiswa S1 farmasi yang memprotes atas kebijakan baru yang menyebutkan bahwa lulusan S1 farmasi tidak termasuk dalam lingkup tenaga kesehatan. Pasalnya sebelum Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 ini disahkan, sarjana farmasi masih bisa mendapatkan STR (Surat Tanda Registrasi) dengan syarat mengikuti ujian kompetensi. Tetapi setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 17 tahun 2023 hal itu tidak berlaku lagi. Mereka yang sudah terjun dalam dunia pekerjaan merasa sangat amat dirugikan, mengapa? Karena harus kehilangan pekerjaan yang selama ini mereka jalankan dan harus melanjutkan ke pendidikan profesi apoteker. Mungkin dalam hal ini ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan yaitu diantaranya waktu yang tidak sebentar, serta biaya yang tidaklah murah. Selain hal itu, masih tergolong sedikit kampus yang menyediakan pendidikan profesi apoteker dibanding dengan S1 farmasinya. Faktor-faktor inilah yang menjadi momok menakutkan untuk para calon tenaga kefarmasian yaitu menjamurnya lulusan sarjana farmasi serta lulusan S1 farmasi yang tidak terakredibilitas.

Seharusnya, sarjana farmasi tetaplah diakui sebagai tenaga kesehatan karena untuk menjamin hak-hak dan perlindungan yang memang sudah selayaknya mereka terima. Selain itu, pendidikan S1 farmasi tidaklah murah dan mudah, namun apakah sepadan jika lulusannya tidak diakui sebagai tenaga kefarmasian? Landasan perlindungan hukum apa yang bisa menjadi payung untuk melindungi para sarjana farmasi saat ini? Dan adakah  yang dapat menjamin bahwa dengan perubahan kebijakan ini akan memperbaiki sistem pelayanan kefarmasian atau malah makin memperburuk keadaan karena ancaman banyaknya sarjana farmasi yang menganggur. 

 

Permasalahan terkait ketimpangan lulusan sarjana farmasi dan PSPA dengan dikeluarkannya UU nomor 17 tahun 2023 menimbulkan pertentangan dan keresahan oleh lulusan sarjana farmasi yang disebabkan banyak dari mereka tidak bisa melanjutkan ke jenjang PSPA. Keresahan yang dirasakan ini membuat mereka merasa ditekan untuk membuktikan bahwa para lulusan sarjana farmasi juga berkompeten serta dihadapkan tantangan mencari pekerjaan yang sesuai dengan kualifikasi mereka karena posisi sebagai Tenaga Teknis Kefarmasian sudah tidak diakui secara resmi. Risiko terpinggirnya lulusan sarjana farmasi dapat kita redam adalah dengan mengakui peranannya sebagai tenaga kesehatan, melakukan pembuktian bahwa farmasis juga berperan  penting dalam memberikan informasi dan saran yang berharga kepada pasien serta tenaga medis lainnya dengan pemahaman farmakologi agar bisa meningkatkan persentase kesehatan di Indonesia. Meningkatkan sistem kualitas pendidikan di sarjana farmasi menjadi misi besar untuk APTFI. Farmasis juga memiliki peranan penting dalam dunia kesehatan dan tidak dapat dikesampingkan kedudukannya salah satunya peranan pentingnya yaitu farmasis memiliki bidang yang dimana bidang ini memiliki ilmu kefarmasian  yang sangat beragam dan luas, sehingga hanya orang-orang ahli dalam bidang tersebut yang dapat menguasainya. Dalam memperjuangkan pengakuan sarjana farmasi, sebagai seorang farmasis kita harus membuktikan bahwa seorang sarjana farmasis mampu bersaing di dunia kerja. Selain itu, perlunya meningkatkan eksistensi farmasis di Indonesia, sehingga kehadiran kita dirasa sangat penting dan dibutuhkan oleh masyarakat. 

Dalam memperjuangkan pengakuan ini, kita memiliki berbagai cara, yang pertama bisa memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang dimiliki oleh sarjana farmasi. Yang kedua, masyarakat dan pemerintah perlu bersatu dan memperjuangkan hak-hak para sarjana farmasi karena memiliki berbagai dukungan ini akan sangat penting untuk memperjuangkan pengakuan yang akan dilakukan. Masih banyak cara lainnya untuk memperjuangkan pengakuan ini, kita juga bisa mencegah para sarjana farmasi yang telah terpinggirkan dalam tenaga kerja kesehatan. Dengan melakukan pengakuan terhadap sarjana farmasi adalah suatu keharusan yang harus dilakukan.  Dengan adanya mereka, kita juga  dapat memajukan sistem kesehatan yang ada dan dapat meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian. 

Sarjana farmasi adalah gelar yang diberikan kepada seseorang yang telah menempuh S1 farmasi di suatu perguruan tinggi, sehingga berkompeten sebagai seorang farmasis dan memiliki pengetahuan dalam kesehatan khususnya pengobatan. Keluarnya UU baru yang telah dijelaskan diatas mengatur mengenai pengelompokan tenaga kefarmasian menjadi keresahan para sarjana farmasi, dikarenakan tidak tercantumnya sarjana farmasi sebagai TTK. Hal ini tentunya menjadi perhatian kita semua sebagai seorang farmasis. Pengakuan sarjana farmasi tentunya sangat penting dikarenakan perannya yang mampu meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian di Indonesia. Peran seorang farmasis tentunya penting dalam memberikan perubahan pada dinamika dunia kefarmasian untuk mendapatkan pengakuan di mata masyarakat dan mengembalikan hak seorang farmasis sesuai dengan semestinya. Selain itu, pemerintah juga perlu lebih memperhatikan pentingnya peran seorang farmasis untuk meningkatkan sistem kesehatan di Indonesia.

 

 

 

 

 

 

 

Daftar pustaka

 

Farmasetika.com. 2023. “Kemenkes : Masih Banyak Provinsi Tak Miliki Prodi Profesi

Apoteker” 

https://farmasetika.com/2023/02/26/kemenkes-masih-banyak-provinsi-tak-miliki-prodi-profesi-apoteker/. Diakses pada 13 November 2023.

IAI, Humas. 2023. “Pertumbuhan 8-10 Persen, Distribusi Apoteker Masih Perlu Perhatian”

https://berita.iai.id/pertumbuhan-8-10-persen-distribusi-apoteker-masih-perlu-perhatian/. Diakses pada 13 November 2023.

Kemhan.go.id. 2014. “Berita Negara Republik Indonesia”

https://www.kemhan.go.id/itjen/wp-content/uploads/2017/03/bn1162-2014.pdf. Dialysis pada 27 November 2023.

Pemerintah Pusat.2023. “Undang-undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan”.

https://peraturan.bpk.go.id/Details/258028/uu-no-17-tahun-2023 . Diakses pada 13 

November 2023.

Pemerintah Pusat.2014.“Undang-undang (UU) Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga 

Kesehatan”.

https://peraturan.bpk.go.id/Details/38770 . Diakses pada 13 November 2023.

Watuseke, Rommy David. 2023. “Mengungkap Ancaman Serius terhadap Ribuan Sarjana        

Farmasi yang Bekerja: Nakes menjadi Gelandangan”  

https://www.kompasiana.com/rommydavidwatuseke5849/64e1b29b08a8b526d027d642/

mengungkap-ancaman-terhadap-ribuan-lulusan-sarjana-farmasi-yang-bekerja-nakes-menj

adi-gelandangan?page=4&page_images=1. Diakses pada 13 November 2023.

Saturday, June 3, 2023

Mengulik Permasalahan Calon Apoteker Gagal Lulus UKAI

Mengulik Permasalahan Calon Apoteker Gagal Lulus UKAI

 


ARTIKEL KAJIAN

Mengulik Permasalahan Calon Apoteker Gagal Lulus UKAI

Biro Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa Kabinet Glory

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Farmasi

Universitas Muhammadiyah Surakarta

  

Dinamika zaman yang berubah sangat cepat menuntut Apoteker Indonesia untuk memiliki kualitas keterampilan dan pengetahuan yang terstandarisasi secara global. Objek utama yang menjadi topik isu kefarmasian, seolah akan menjadi penjawab tantangan zaman dengan pemerataan pendidikan dan standarisasi pendidikan farmasi di Indonesia sesuai dengan peraturan DIKTI mengenai setiap profesional harus melakukan uji kompetensi nasional, salah satunya di bidang farmasi yaitu Uji Kompetensi Apoteker Indonesia (UKAI).

UKAI menjadi salah satu cara apoteker untuk menunjukkan eksistensinya dan meningkatkan kualitasnya. Sebagai alat ukur pencapaian kompetensi, penyelenggaraan UKAI sebagai uji kompetensi nasional merupakan bagian integral sekaligus komplementer terhadap sistem ujian di institusi. Metode maupun sistem ujian dikembangkan secara sistematis untuk memenuhi prinsip dasar asesmen yaitu valid, objective, reliable, feasible, dan berdampak pada pembelajaran (impact on learning). UKAI diselenggarakan dengan harapan menjadi penilaian dan penyamaraatan standar calon apoteker seluruh Indonesia.

Banyak peserta UKAI merasa tidak adil karena adanya beberapa perubahan pelaksanaan Ujian Kompetensi Apoteker pada tahun 2022 dari tahun sebelumnya. Dimana ada perubahan pada batas nilai lulus UKAI dari 52,50 menjadi 56,00. Dalam forum yang dirilis oleh GMFI untuk mewadahi aspirasi, tidak sedikit peserta merasa informasi yang diberikan panitia penyelenggara UKAI yaitu IAI dan APTFI masih belum jelas kebenaran mengenai standarisasi penilaian, sehingga  peserta kurang matang dalam mempersiapkan diri untuk mengikuti ujian. Pemilihan tim penilaian UKAI rupanya juga menimbulkan kontroversi, karena belum adanya landasan hukum yang pasti mengenai pihak yang berhak menjadi panitia penilai, sehingga dikhawatirkan akan terjadi penyalahgunaan wewenang  Selain itu, informasi nilai batas lulus yang diberikan panitia tidak ditentukan jauh sebelum hari pelaksanaan UKOM. Masih banyak lagi  evaluasi dari pelaksanaan ujian ini dari tahun ke tahun, jika tidak ada tindak lanjut, tidak menutup kemungkinan bahwasanya pelaksanaan UKAI akan menimbulkan problem yang sama dari tahun sebelumnya karena belum terselesaikannya masalah dari tahun sebelumnya. Akibat dari permasalahan ini diduga mengakibatkan banyak peserta tidak lulus tes UKAI. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut apakah dengan cara menaikkan nilai batas lulus, akan menguntungkan 2 pihak yaitu peserta dan panitia, atau hanya memperbaiki eksistensi apoteker saja?

            Hal mengenai tes UKAI telah diatur dalam UU Permendikbud Nomor 2 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Uji Kompetensi Mahasiswa bidang Kesehatan. Disebutkan secara jelas, bahwa UKAI adalah syarat standarisasi calon apoteker. UU Permendikbud Pasal 2 Nomor 2 Tahun 2020 menjelaskan bahwasanya :

1.     Mahasiswa bidang kesehatan pada akhir masa pendidikan program vokasi atau program profesi harus mengikuti Uji Kompetensi secara nasional.

2.     Mahasiswa bidang kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan mahasiswa yang menempuh pendidikan pada Perguruan Tinggi yang menyelenggarakan pendidikan tinggi bidang kesehatan.

3.     Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk mencapai standar kompetensi lulusan yang memenuhi standar kompetensi kerja sebagai tenaga kesehatan.

Pasal diatas menjelaskan bahwa UKAI adalah Ujian Kompetensi yang wajib dilaksanakan bagi mahasiswa profesi guna memenuhi standar kompetensi kerja sebagai tenaga kerja kesehatan yang profesional. Namun ada hal yang perlu kita sorot disini, mengenai kesejahteraan dari mahasiswa profesi itu sendiri. Apakah undang-undang yang disebutkan diatas sudah sesuai dengan kemampuan serta kinerja dari mahasiswa-mahasiswi profesi? Sempat terjadi beberapa kasus demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa yang menempuh studi profesi apoteker karena ketidaksesuaian undang- undang dengan kondisi riil yang ada. Ada sekitar 50% mahasiswa profesi yang gagal saat melaksanakan UKAI karena standar yang ditetapkan diduga terlalu tinggi. Terlebih dengan adanya kenaikan Nilai Batas Lulus (NBL) dari 52,50 menjadi 56,00. Kenaikan nilai yang cukup signifikan ini rupanya  membuat kelulusan tes UKAI akan semakin sulit dibanding tahun sebelumnya.  Hal ini tentu akan merugikan dan menyulitkan mahasiswa profesi.

Selain merugikan mahasiswa profesi baik dari segi mental, psikis, waktu, tempat serta tenaga, problematika UKAI ini juga berdampak pada negara ini, dimana negara ini masih membutuhkan SDM apoteker yang hadir di tengah masyarakat untuk mewujudkan kesehatan yang paripurna. Oleh karena itu, GFMI ( Gerakan Farmasis Milenial Indonesia) mengangkat problematika ini besar besaran, tentang keresahan-keresahan mahasiswa profesi terkait pelaksanaan UKAI. Hal ini sudah ditindaklanjuti oleh pemerintah dan sedang menunggu pengumuman mengenai UKAI selanjutnya. Seluruh tenaga kefarmasian tentunya mengharapkan pemerintah mengevaluasi berdasarkan aspirasi yang dituangkan peserta UKAI tahun 2022.

UKAI merupakan hal yang sangat penting bagi mahasiswa profesi. Karena UKAI menjadi salah satu penentu nasib dari seorang mahasiswa profesi apoteker. Benar adanya UKAI dibuat dengan konsep sedemikian rupa agar nantinya apoteker yang terjun langsung ke masyarakat adalah apoteker yang memiliki standar uji internasional. Namun alangkah baiknya, UKAI dilaksanakan menyesuaikan dari kemampuan dan kompetensi dari mahasiswa profesi apoteker di seluruh Indonesia. Dan seharusnya pihak institut menyelenggarakan uji coba atau latihan soal UKOM agar harapannya mahasiswa profesi mempunyai bekal lebih, mengingat bahwa suatu institusi perguruan tinggi memiliki tanggung jawab untuk mengantar mahasiswanya agar lulus dalam tes UKAI dengan semaksimal mungkin. Sebaiknya kenaikan nilai batas lulus UKAI dapat dinaikkan secara perlahan dan tidak begitu signifikan, agar dapat menciptakan apoteker yang berkompeten dengan memperhatikan keadaan pendidikan profesi apoteker di Indonesia. Pemerintah diharapkan dapat mengambil keputusan yang terbaik sehingga tidak akan ada pihak manapun yang merasa dirugikan dengan kebijakan yang ada.

 

DAFTAR PUSTAKA

Farmasetika.com. 2022. “Lebih dari 50% Apoteker Gagal di CBT UKAI, GFMI Tuntut Keadilan”

https://farmasetika.com/2022/09/02/lebih-dari-50-apoteker-gagal-di-cbt-ukai-gfmi-tuntut-keadilan/. Diakses pada 18 mei 2023.

 

 Farmasetika.com. 2022. “Nilai Batas Lulus CBT UKAI Naik Pesat, 2 Ribu Apoteker Protes Keras”

https://farmasetika.com/2022/09/01/nilai-batas-lulus-cbt-ukai-naik-pesat-2-ribu-apoteker-protes-keras/. Diakses pada 18 mei 2023.

 

Sonora.id. 2022. “Perwakilan Mahasiswa Apoteker Seluruh Indonesia sampaikan kritik sistem kelulusan ke IAI”

https://www.sonora.id/read/423464963/perwakilan-mahasiswa-apoteker-seluruh-indonesia-sampaikan-kritik-sistem-kelulusan-ke-iai. Diakses pada 18 mei 2023.

 

Farmasi.bku.ac.id. 2022. “Ujian CBT UKAI(Ujian Kompetensi Apoteker Indonesia”

UJIAN CBT UKAI (UJI KOMPETENSI APOTEKER INDONESIA) – Fakultas Farmasi BKU. Diakses pada 18 Mei 2023.

 

Liputan6.com. 2022. “Ribuan Calon Apoteker Tak Lulus Uji Kompetensi Dipersilakan Lapor ke Posko Pengaduan”

https://www.liputan6.com/news/read/5114774/ribuan-calon-apoteker-tak-lulus-uji-kompetensi-dipersilakan-lapor-ke-posko-pengaduan. Diakses pada 18 mei 2023.

 

Hadramisuprayogi.id. 2022. “Kisruh NBL Penentu Nasib Calon Apoteker”

https://www.hadramisuprayogi.id/2022/09/kisruh-nbl-penentu-nasib-calon-apoteker.html. Diakses pada 18 mei 2023.

 

 

 

110 +
Average Pageviews Everyday
3400 +
Pageviews Last Month
32000 +
Total Pageviews Everytime

Ur Feedback

BEMF Farmasi UMS

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta adalah sebuah lembaga eksekutif dalam menjalankan miniatur government yang berkemajuan, menjadi motor dari perubahan civitas akademika dan inspirasi bagi masyarakat.

Lt.1 Fakultas Farmasi UMS

Jl. Achmad Yani - Tromol Pos I Pabelan Kartosuro Sukoharjo

SOLOTOPRO

Solidaritas, Loyalitas, Totalitas, Profesionalitas

Email

solotopro[at]gmail.com

ipt>