PRO KONTRA
LEGALISASI GANJA DI
INDONESIA
Biro
Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa Kabinet Flavia Fanya
Badan
Eksekutif Mahasiswa Fakultas Farmasi
Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Ganja merupakan salah satu jenis
narkotika yang dilarang, tetapi banyak digunakan di dunia karena memiliki
karakter utama dalam efek kandungan yang dimilikinya, yaitu depresan atau jenis
obat yang berfungsi mengurangi aktivitas fungsional tubuh, dan halusinogen.
Ganja atau secara ilmiah dinamakan sebagai Cannabis
sativa yang merupakan tumbuhan budidaya penghasil serat. Namun tanaman ini
lebih dikenal karena kandungan zat narkotika pada bijinya, dan kandungan THC (Tetrahydrocannabinol) yang dapat membuat
pemakainya mengalami euphoria atau rasa senang yang berkepanjangan tanpa sebab.
Selain itu, THC merupakan senyawa yang dapat menyebabkan mabuk. Dalam dosis
rendah mempunyai efek analgesik atau penghilang rasa nyeri, biasanya digunakan
untuk pasien penderita glaukoma.
Pengertian narkotika terjabarkan
dalam UU Narkotika No. 39 ayat 1 pasal 1
yang berbunyi, "Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan
ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini".
Jenis narkotika digolongkan menjadi 3 kelompok, sedangkan ganja masuk ke
dalam narkotika golongan I seperti
tertuang dalam UU No. 35 Tahun 2009 Daftar Narkotika Golongan I. Berdasarkan
riset yang ada, narkotika golongan I merupakan jenis narkotika yang sangat
berbahaya karena dapat menimbulkan efek kecanduan dan ketergantungan. Sehingga,
narkotika golongan I hanya dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan untuk terapi. Hal ini dipertegas pada UU No. 35
Tahun 2009 pasal 8 ayat 1 yang berbunyi, “Narkotika Golongan l dilarang digunakan
untuk kepentingan pelayanan kesehatan.” Kemudian diperjelas pada UU No. 35
Tahun 2009 pasal 8 ayat 2 yang menyatakan bahwa, “Dalam jumlah terbatas,
Narkotika Golongan l dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia diagnostic, serta reagensia
laboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pada PERMENKES RI No.50 Tahun 2018 Bab Daftar
Narkotika Golongan l dijelaskan bahwa, “Tanaman ganja, semua tanaman genus
genus cannabis dan semua bagian dari
tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian
tanaman ganja termasuk ganja dan hasis.” Dari UU tersebut menyatakan bahwa
bukan hanya tanamannya saja yang termasuk ke dalam golongan I, tetapi seluruh
bagian tanamannya juga. Namun, bukan berarti tidak ada potensi dari salah satu
bagian tanaman atau turunannya tidak dapat dimanfaatkan sebagai terapi.
Sehingga ini merupakan salah satu tantangan bagi kita farmasis untuk mengembangkan
riset yang ada mengenai tanaman ini agar nantinya dapat dimanfaatkan sebaik
mungkin dalam dunia kesehatan.
Legalisasi ganja kini kian menjadi
perbincangan publik, dimana terdapat pro
dan kontra terkait apakah ganja di Indonesia harus segera dilegalkan. Tepat di
tahun 2020 seorang ibu bernama “Santi” sempat menyuarakan terkait legalisasi
ganja. Padahal seperti kita ketahui dan
sadari bersama bahwasannya menguji dan merubah isi dari UU Narkotika tidaklah mudah.
Berdasarkan UU No. 35 Tahun 2009 dimana ganja digolongkan sebagai narkotika
golongan 1 yang memiliki efek ketergantungan sangat tinggi. Ganja tidak dapat
dilegalkan dikarenakan ganja termasuk pada narkotika golongan 1 yang kemudian
hanya dapat digunakan pada kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan ataupun
penelitian. Ganja medis belum bisa sepenuhnya diterima dikalangan masyarakat
dikarenakan akan berpotensi terbukanya jalur penyalahgunaan narkotika seperti
ganja. Maka dari itu pernyataan Mahkamah Konstitusi tepat pada tanggal 20 juli 2022
sangatlah selaras dan tepat, guna memastikan dan menelaah kembali apakah ganja
medis bisa dipergunakan sebagai obat-obatan medis lainnya.
Ganja terdiri dari 120 komponen yang
dikenal dengan Kanabioid. Para ahli
sampai saat ini masih belum mengetahui efek dari semua komponen senyawanya,
namun sudah diketahui 2 komponen senyawa, diantaranya yaitu Cannabidiol (CBD) dan Tetrahydrocannabinol (THC). Cannabidiol
(CBD) ini adalah Cannabinoid
psikoaktif, namun tidak memabukkan
dan tidak menyebabkan euforia, yang
berarti tidak memberikan sensasi melayang atau halusinogen. Senyawa ini sering digunakan untuk membantu mengurangi
peradangan dan menghilangkan rasa sakit (bius). Selain itu senyawa ini juga
dapat digunakan untuk meredakan mual, migrain, kejang, dan kecemasan. Epidiolex adalah obat satu-satunya yang digunakan
melalui resep dokter yang mengandung CBD dan disetujui oleh Food and Drug Administration
(FDA). Obat ini digunakan untuk
diagnosis pada penderita epilepsi tertentu. Saat ini peneliti masih terus melakukan
penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efektivitas penggunaan obat ini. Tetrahydrocannabinol (THC) merupakan
senyawa psikoaktif utama yang ada pada tanaman ganja dengan fungsi halusinogen
yang banyak disalahgunakan. Pemanfaatan tanaman ganja menimbulkan 2 efek yaitu
efek terapetis yang diinginkan dan efek yang tidak diinginkan (Side Effect). Efek yang diinginkan meliputi relaksasi,
menambah nafsu makan, dan sedative. efek lain yang tidak diinginkan adalah
terganggunya koordinasi anggota tubuh, mual, lemas, cemas, detak jantung
meningkat, tekanan darah menurun, dan paranoid.
Ganja memiliki manfaat positif jika
digunakan dengan tepat. Yaitu dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan.
Manfaat positif ganja sebagai obat antara lain adalah ganja dapat memperlambat
penyakit Alzheimer, dapat membantu menenangkan kecemasan, dapat meningkatkan
kapasitas paru-paru, dapat menurunkan sakit saraf otak, dan dapat mengatasi
gangguan jiwa. Penggunaan ganja di Indonesia sudah ada sejak zaman nenek moyang
dulu sebagai obat herbal, kepentingan ritual, makanan, dan pertanian. Akan
tetapi ganja dapat mengakibatkan dampak negatif jika digunakan secara tidak
tepat atau disalahgunakan. Berikut dampak negatif jika mengkonsumsi ganja :
- Dapat menghambat fungsi otak
Penggunaan ganja dalam jangka
panjang dapat merubah struktur tertentu pada otak, sehingga dapat menghambat
fungsi otak. Hal ini terbukti dengan terganggunya kemampuan berpikir dan
kehilangan memori.
- Memicu risiko kanker paru-paru
Kandungan tar pada ganja hampir 3 kali lipatnya kandungan tar dalam tembakau pada rokok. Sehingga
asap dari pembakaran ganja akan jauh lebih tinggi memicu terjadinya kanker
paru-paru.
- Mengganggu kesehatan mental
Penggunaan ganja secara berlebihan
juga dapat mengganggu kesehatan mental seperti contohnya dapat menimbulkan
halusinasi, delusi, peningkatan rasa cemas, dan serangan panik. Selain itu
penggunaan ganja dalam jangka panjang dapat mengakibatkan seseorang sulit
tidur, berkurangnya nafsu makan, dan mengalami perubahan suasana hati secara
tiba-tiba.
- Melemahkan sistem kekebalan
tubuh
Ganja dapat membuat sistem kekebalan
tubuh seseorang menjadi lemah, sehingga tubuh semakin sulit melawan infeksi
atau mudah terserang penyakit. Suatu penelitian juga menunjukkan bahwasannya
mengkonsumsi ganja juga dapat meningkatkan risiko seseorang terkena HIV/AIDS.
- Mengganggu sistem peredaran
darah tubuh
Setelah menghisap ganja, detak
jantung akan semakin meningkat dan dapat berlangsung selama 3 jam. Hal ini
sangat berbahaya bagi seseorang yang memiliki riwayat penyakit jantung. Selain
itu, ganja juga dapat mengakibatkan tekanan darah naik dan mata menjadi merah
karena pembuluh darah yang melebar.
Banyaknya efek samping dari ganja
yang dapat mengganggu kesehatan tubuh, tentunya menjadi pertimbangan kita
bersama jika nantinya ganja dilegalisasikan. Hingga saat ini masih banyak kasus
penyalahgunaan narkoba, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa Mereka
menggunakan narkoba tanpa pengawasan ahli/dokter dengan tujuan yang berbeda-beda,
kebanyakan hanya untuk bersenang-senang dan berawal dari rasa penasaran
kemudian mencobanya yang pada akhirnya menjadi ketergantungan tanpa batas. Hal
ini tentunya dikarenakan narkoba mengandung zat adiktif yang menyebabkan rasa
candu pada penggunanya sehingga sulit berhenti untuk mengkonsumsi narkoba ini.
Setelah beredarnya isu mengenai
legalisasi ganja, tentunya menjadi perbincangan yang hangat bagi masyarakat
Indonesia. Sampai akhirnya pada tanggal 20 Juli 2022 dalam sidang putusan di
gedung Mahkamah Konstitusi, Ketua MK, Anwar Usman, memutuskan untuk menolak uji
materi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika terkait penggunaan
ganja medis untuk kesehatan. Kemudian pada 18 Agustus 2022, ISMAFARSI yang
merupakan Ikatan Senat Mahasiswa Farmasi juga mengeluarkan pernyataan sikapnya
untuk menolak legalisasi ganja dengan alasan apapun termasuk untuk kepentingan
medis. Ganja disini yang dimaksud adalah ganja yang merupakan tanamannya.
Namun, ISMAFARSI mendukung penuh mengenai riset penemuan pemanfaatan bagian
ganja medis yang potensial untuk pengobatan. Dari berita mengenai penolakan
rencana legalisasi ganja oleh MK yang kemudian dibarengi oleh pernyataan sikap
ISMAFARSI yang menolak legalisasi ganja, rupanya menimbulkan pro kontra pada
masyarakat. Sehingga isu ini perlu kita tindak lanjuti lebih dalam lagi dan
menyusun strategi-strategi selanjutnya.
Dalam menindaklanjuti isu legalisasi
ganja, sebagai seorang farmasi kita dapat memberikan solusi dari permasalahan
ini. Salah satunya yaitu dengan mendukung pemerintah untuk tidak melegalkan
ganja secara murni. Namun, legalisasi zat potensial yang terdapat di dalam
ganja dimana secara berkelanjutan dilakukan riset dari seorang Apoteker yang
merupakan tenaga ahli dalam bidang formulasi obat. Apoteker dapat
memformulasikan atau memodifikasi zat potensial tersebut seperti CBD menjadi
lebih efektif dan efisien untuk terapi, sehingga nantinya diharapkan dapat
meningkatkan derajat kesehatan di Indonesia. Tentunya rencana ini tidak
terlepas dari peran pemerintah yaitu dengan menetapkan isolat ganja (CBD) ke
dalam golongan II, tetapi untuk ganja secara murni masih ditetapkan pada
golongan I, sehingga dapat diimplementasikan untuk pengobatan lini terakhir
sesuai dengan UU Narkotika no. 35 Tahun 2009 Pasal 53 ayat 1 yang berbunyi
“Untuk kepentingan pengobatan dan berdasarkan indikasi medis, dokter dapat
memberikan Narkotika Golongan II atau Golongan III dalam jumlah terbatas dan
sediaan tertentu kepada pasien sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan”. CBD memiliki potensi untuk pengobatan penyakit kasus
kejang dan epilepsi, disamping itu Kemenkes juga telah memberikan alternatif
pengobatan epilepsi yang terdapat di dalam Formularium Nasional. Sebagai
mahasiswa farmasi kita harus mendukung penuh mengenai rencana riset tanaman
ganja agar nantinya seorang Apoteker dapat semakin dirasakan kehadirannya di
mata masyarakat.
Dengan kita melihat beberapa uraian
diatas dapat disimpulkan bahwasanya dalam melegalisasikan ganja tentunya
diperlukan banyak pertimbangan, terlebih dari efek samping yang dapat
ditimbulkan dari ganja itu sendiri. Ganja mengandung zat Cannabidiol (CBD) yang dapat dimanfaatkan untuk kesehatan, namun
memisahkan senyawa tersebut dari senyawa lain yang terkandung dalam ganja
tentunya tidak mudah. Sehingga ini menjadi tantangan bagi dunia kefarmasian
untuk memformulasikan senyawa Cannabidiol
menjadi suatu sediaan yang aman bagi tubuh. Penelitian terhadap tanaman ganja
dan kebermanfaatannya harus tetap berjalan agar nantinya dapat meningkatkan derajat
kesehatan yang ada di Indonesia. Sebagai mahasiswa farmasi kita juga harus
kritis dalam menanggapi isu ini, terlebih ini menyangkut kesehatan masyarakat
yang ada di Indonesia. Selain itu, kita juga harus mendukung diadakannya
penelitian lebih lanjut mengenai senyawa yang terkandung dalam tanaman ganja
ini.
Daftar
Pustaka
Andi Saputra. 2022. “MK
Tolak Legalisasi Ganja Medis untuk Kesehatan!”
MK Tolak Legalisasi Ganja Medis untuk Kesehatan!
(detik.com) diakses pada 9 Oktober
2022.
BBC. 2022. “ Ganja Medis : Perjuangan Santi Warastuti demi
mencari pengobatan untuk anaknya”.
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-61956811 diakses pada 9 Oktober 2022.
Fadli,
Rizal. 2020. “Ini Efek Ganja pada Kesehatan Tubuh”
Ini Efek Ganja pada Kesehatan Tubuh (halodoc.com) diakses pada 27 Oktober 2022.
Healthline. 2020. “A Quick Take on Cannabis and Its
Effects”
https://www.healthline.com/health/what-is-cannabis diakses pada 9 Oktober 2022.
Isnaini, Enik. 2017. “Penggunaan Ganja dalam Ilmu Pengobatan
Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika”
PENGGUNAAN GANJA DALAM ILMU PENGOBATAN MENURUT
UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA | Isnaini | Jurnal
Independent (unisla.ac.id) diakses
pada 9 Oktober 2022 pukul 17:15
Kementerian Kesehatan.2018. “Peratutan Menteri Kesehatan
tentang Perubahan Penggolongan Narkotika” https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/139198/permenkes-no-50-tahun-2018#:~:text=Permenkes%20No.%2050%20Tahun%202018%20tentang%20Perubahan%20Penggolongan,RI%5D%20Peraturan%20Menteri%20Kesehatan%20Nomor%2050%20Tahun%202018, diakses pada 10 September 2022.
Kompos.com. 2022. “% Fakta Ganja dari Kandungan Zat
Adiktif, Efek, hingga Risiko Kecanduan.”
5 Fakta Ganja dari Kandungan Zat Adiktif, Efek, hingga
Risiko Kecanduan (kompas.com) diakses
pada 9 Oktober 2022.
Malik, Syamsul, Lurian Manalu, dan Rika Juniarti.
“Legalisasi Ganja Dalam Sektor Medis Prespektif Hukum”.
https://rechten.nusaputra.ac.id/article/download/52/40 diakses pada 9 Oktober 2022.
Maulana, I.F .2011.
“Mengenal 7 Manfaat Ganja Medis untuk Kesehatan.”
Mengenal 7 Manfaat Ganja Medis untuk Kesehatan : Kegunaan,
Efek Samping, Interaksi | Hello Sehat diakses pada 9 Oktober 2022
Pemerintah Pusat. 2009. “ Undang-undang (UU) tentang
Narkotika.” https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/38776/uu-no-35-tahun-2009, diakses pada 10 September 2022.
Republika.co.id. 2022. “Ada
Apa di Balik Isu Legalisasi Ganja Medis?”
https://www.republika.co.id/berita/rf5kxw318/ada-apa-di-balik-isu-legalisasi-ganja-medis diakses pada 9 Oktober 2022.
Tempo.co. 2022. “MK Tolak
Gugatan Legalisasi Ganja untuk Medis”
https://nasional.tempo.co/read/1613970/mk-tolak-gugatan-legalisasi-ganja-untuk-medis diakses pada 9 Oktober 2022
Tim
Redaksi CNBCI. 2022. “Pengumuman: MK
Tolak Legalisasi Ganja Medis untuk Kesehatan”.
Pengumuman: MK Tolak Legalisasi Ganja Medis untuk
Kesehatan (cnbcindonesia.com) diakses
pada 9 Oktober 2022.
Yuliansyah, dan Damas Raja A. F. 2022. “Sudut Pandang
ISMAFARSI dalam Isu Legalisasi Ganja di Indonesia”
Pernyataan Sikap Legalisasi Ganja – ISMAFARSI diakses pada 09 Oktober 2022.
0 Response:
Post a Comment