Tuesday, November 22, 2022

PRO KONTRA LEGALISASI GANJA DI INDONESIA


 

PRO KONTRA LEGALISASI GANJA DI INDONESIA

Biro Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa Kabinet Flavia Fanya

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Farmasi

Universitas Muhammadiyah Surakarta

 

Ganja merupakan salah satu jenis narkotika yang dilarang, tetapi banyak digunakan di dunia karena memiliki karakter utama dalam efek kandungan yang dimilikinya, yaitu depresan atau jenis obat yang berfungsi mengurangi aktivitas fungsional tubuh, dan halusinogen. Ganja atau secara ilmiah dinamakan sebagai Cannabis sativa yang merupakan tumbuhan budidaya penghasil serat. Namun tanaman ini lebih dikenal karena kandungan zat narkotika pada bijinya, dan kandungan THC (Tetrahydrocannabinol) yang dapat membuat pemakainya mengalami euphoria atau rasa senang yang berkepanjangan tanpa sebab. Selain itu, THC merupakan senyawa yang dapat menyebabkan mabuk. Dalam dosis rendah mempunyai efek analgesik atau penghilang rasa nyeri, biasanya digunakan untuk pasien penderita glaukoma.

 

Pengertian narkotika terjabarkan dalam  UU Narkotika No. 39 ayat 1 pasal 1 yang berbunyi, "Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini". Jenis narkotika digolongkan menjadi 3 kelompok, sedangkan ganja masuk ke dalam  narkotika golongan I seperti tertuang dalam UU No. 35 Tahun 2009 Daftar Narkotika Golongan I. Berdasarkan riset yang ada, narkotika golongan I merupakan jenis narkotika yang sangat berbahaya karena dapat menimbulkan efek kecanduan dan ketergantungan. Sehingga, narkotika golongan I hanya dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan untuk terapi. Hal ini dipertegas pada UU No. 35 Tahun 2009 pasal 8 ayat 1 yang berbunyi, “Narkotika Golongan l dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan.” Kemudian diperjelas pada UU No. 35 Tahun 2009 pasal 8 ayat 2 yang menyatakan bahwa, “Dalam jumlah terbatas, Narkotika Golongan l dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia diagnostic, serta reagensia laboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pada PERMENKES RI No.50 Tahun 2018 Bab Daftar Narkotika Golongan l dijelaskan bahwa, “Tanaman ganja, semua tanaman genus genus cannabis dan semua bagian dari tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk ganja dan hasis.” Dari UU tersebut menyatakan bahwa bukan hanya tanamannya saja yang termasuk ke dalam golongan I, tetapi seluruh bagian tanamannya juga. Namun, bukan berarti tidak ada potensi dari salah satu bagian tanaman atau turunannya tidak dapat dimanfaatkan sebagai terapi. Sehingga ini merupakan salah satu tantangan bagi kita farmasis untuk mengembangkan riset yang ada mengenai tanaman ini agar nantinya dapat dimanfaatkan sebaik mungkin dalam dunia kesehatan.

 

Legalisasi ganja kini kian menjadi perbincangan publik,  dimana terdapat pro dan kontra terkait apakah ganja di Indonesia harus segera dilegalkan. Tepat di tahun 2020 seorang ibu bernama “Santi” sempat menyuarakan terkait legalisasi ganja. Padahal seperti kita ketahui  dan sadari bersama bahwasannya menguji dan merubah isi dari UU Narkotika tidaklah mudah. Berdasarkan UU No. 35 Tahun 2009 dimana ganja digolongkan sebagai narkotika golongan 1 yang memiliki efek ketergantungan sangat tinggi. Ganja tidak dapat dilegalkan dikarenakan ganja termasuk pada narkotika golongan 1 yang kemudian hanya dapat digunakan pada kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan ataupun penelitian. Ganja medis belum bisa sepenuhnya diterima dikalangan masyarakat dikarenakan akan berpotensi terbukanya jalur penyalahgunaan narkotika seperti ganja. Maka dari itu pernyataan Mahkamah Konstitusi tepat pada tanggal 20 juli 2022 sangatlah selaras dan tepat, guna memastikan dan menelaah kembali apakah ganja medis bisa dipergunakan sebagai obat-obatan medis lainnya.

 

Ganja terdiri dari 120 komponen yang dikenal dengan Kanabioid. Para ahli sampai saat ini masih belum mengetahui efek dari semua komponen senyawanya, namun sudah diketahui 2 komponen senyawa, diantaranya yaitu Cannabidiol (CBD) dan Tetrahydrocannabinol (THC). Cannabidiol (CBD) ini adalah Cannabinoid psikoaktif,  namun tidak memabukkan dan tidak menyebabkan euforia, yang berarti tidak memberikan sensasi melayang atau halusinogen. Senyawa ini sering digunakan untuk membantu mengurangi peradangan dan menghilangkan rasa sakit (bius). Selain itu senyawa ini juga dapat digunakan untuk meredakan mual, migrain, kejang, dan kecemasan. Epidiolex  adalah obat satu-satunya yang digunakan melalui resep dokter yang mengandung CBD  dan disetujui oleh  Food and Drug Administration (FDA).  Obat ini digunakan untuk diagnosis pada penderita epilepsi tertentu. Saat ini peneliti masih terus melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efektivitas penggunaan obat ini. Tetrahydrocannabinol (THC) merupakan senyawa psikoaktif utama yang ada pada tanaman ganja dengan fungsi halusinogen yang banyak disalahgunakan. Pemanfaatan tanaman ganja menimbulkan 2 efek yaitu efek terapetis yang diinginkan dan efek yang tidak diinginkan (Side Effect).  Efek yang diinginkan meliputi relaksasi, menambah nafsu makan, dan sedative. efek lain yang tidak diinginkan adalah terganggunya koordinasi anggota tubuh, mual, lemas, cemas, detak jantung meningkat, tekanan darah menurun, dan paranoid.

 

Ganja memiliki manfaat positif jika digunakan dengan tepat. Yaitu dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan. Manfaat positif ganja sebagai obat antara lain adalah ganja dapat memperlambat penyakit Alzheimer, dapat membantu menenangkan kecemasan, dapat meningkatkan kapasitas paru-paru, dapat menurunkan sakit saraf otak, dan dapat mengatasi gangguan jiwa. Penggunaan ganja di Indonesia sudah ada sejak zaman nenek moyang dulu sebagai obat herbal, kepentingan ritual, makanan, dan pertanian. Akan tetapi ganja dapat mengakibatkan dampak negatif jika digunakan secara tidak tepat atau disalahgunakan. Berikut dampak negatif jika mengkonsumsi ganja :

  1. Dapat menghambat fungsi otak

Penggunaan ganja dalam jangka panjang dapat merubah struktur tertentu pada otak, sehingga dapat menghambat fungsi otak. Hal ini terbukti dengan terganggunya kemampuan berpikir dan kehilangan memori.

  1. Memicu risiko kanker paru-paru

Kandungan tar pada ganja hampir 3 kali lipatnya kandungan tar dalam tembakau pada rokok. Sehingga asap dari pembakaran ganja akan jauh lebih tinggi memicu terjadinya kanker paru-paru.

  1. Mengganggu kesehatan mental

Penggunaan ganja secara berlebihan juga dapat mengganggu kesehatan mental seperti contohnya dapat menimbulkan halusinasi, delusi, peningkatan rasa cemas, dan serangan panik. Selain itu penggunaan ganja dalam jangka panjang dapat mengakibatkan seseorang sulit tidur, berkurangnya nafsu makan, dan mengalami perubahan suasana hati secara tiba-tiba.

  1. Melemahkan sistem kekebalan tubuh

Ganja dapat membuat sistem kekebalan tubuh seseorang menjadi lemah, sehingga tubuh semakin sulit melawan infeksi atau mudah terserang penyakit. Suatu penelitian juga menunjukkan bahwasannya mengkonsumsi ganja juga dapat meningkatkan risiko seseorang terkena HIV/AIDS.

  1. Mengganggu sistem peredaran darah tubuh

Setelah menghisap ganja, detak jantung akan semakin meningkat dan dapat berlangsung selama 3 jam. Hal ini sangat berbahaya bagi seseorang yang memiliki riwayat penyakit jantung. Selain itu, ganja juga dapat mengakibatkan tekanan darah naik dan mata menjadi merah karena pembuluh darah yang melebar.

 

Banyaknya efek samping dari ganja yang dapat mengganggu kesehatan tubuh, tentunya menjadi pertimbangan kita bersama jika nantinya ganja dilegalisasikan. Hingga saat ini masih banyak kasus penyalahgunaan narkoba, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa Mereka menggunakan narkoba tanpa pengawasan ahli/dokter dengan tujuan yang berbeda-beda, kebanyakan hanya untuk bersenang-senang dan berawal dari rasa penasaran kemudian mencobanya yang pada akhirnya menjadi ketergantungan tanpa batas. Hal ini tentunya dikarenakan narkoba mengandung zat adiktif yang menyebabkan rasa candu pada penggunanya sehingga sulit berhenti untuk mengkonsumsi narkoba ini.

 

Setelah beredarnya isu mengenai legalisasi ganja, tentunya menjadi perbincangan yang hangat bagi masyarakat Indonesia. Sampai akhirnya pada tanggal 20 Juli 2022 dalam sidang putusan di gedung Mahkamah Konstitusi, Ketua MK, Anwar Usman, memutuskan untuk menolak uji materi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika terkait penggunaan ganja medis untuk kesehatan. Kemudian pada 18 Agustus 2022, ISMAFARSI yang merupakan Ikatan Senat Mahasiswa Farmasi juga mengeluarkan pernyataan sikapnya untuk menolak legalisasi ganja dengan alasan apapun termasuk untuk kepentingan medis. Ganja disini yang dimaksud adalah ganja yang merupakan tanamannya. Namun, ISMAFARSI mendukung penuh mengenai riset penemuan pemanfaatan bagian ganja medis yang potensial untuk pengobatan. Dari berita mengenai penolakan rencana legalisasi ganja oleh MK yang kemudian dibarengi oleh pernyataan sikap ISMAFARSI yang menolak legalisasi ganja, rupanya menimbulkan pro kontra pada masyarakat. Sehingga isu ini perlu kita tindak lanjuti lebih dalam lagi dan menyusun strategi-strategi selanjutnya.

 

Dalam menindaklanjuti isu legalisasi ganja, sebagai seorang farmasi kita dapat memberikan solusi dari permasalahan ini. Salah satunya yaitu dengan mendukung pemerintah untuk tidak melegalkan ganja secara murni. Namun, legalisasi zat potensial yang terdapat di dalam ganja dimana secara berkelanjutan dilakukan riset dari seorang Apoteker yang merupakan tenaga ahli dalam bidang formulasi obat. Apoteker dapat memformulasikan atau memodifikasi zat potensial tersebut seperti CBD menjadi lebih efektif dan efisien untuk terapi, sehingga nantinya diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan di Indonesia. Tentunya rencana ini tidak terlepas dari peran pemerintah yaitu dengan menetapkan isolat ganja (CBD) ke dalam golongan II, tetapi untuk ganja secara murni masih ditetapkan pada golongan I, sehingga dapat diimplementasikan untuk pengobatan lini terakhir sesuai dengan UU Narkotika no. 35 Tahun 2009 Pasal 53 ayat 1 yang berbunyi “Untuk kepentingan pengobatan dan berdasarkan indikasi medis, dokter dapat memberikan Narkotika Golongan II atau Golongan III dalam jumlah terbatas dan sediaan tertentu kepada pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. CBD memiliki potensi untuk pengobatan penyakit kasus kejang dan epilepsi, disamping itu Kemenkes juga telah memberikan alternatif pengobatan epilepsi yang terdapat di dalam Formularium Nasional. Sebagai mahasiswa farmasi kita harus mendukung penuh mengenai rencana riset tanaman ganja agar nantinya seorang Apoteker dapat semakin dirasakan kehadirannya di mata masyarakat.

           

Dengan kita melihat beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwasanya dalam melegalisasikan ganja tentunya diperlukan banyak pertimbangan, terlebih dari efek samping yang dapat ditimbulkan dari ganja itu sendiri. Ganja mengandung zat Cannabidiol (CBD) yang dapat dimanfaatkan untuk kesehatan, namun memisahkan senyawa tersebut dari senyawa lain yang terkandung dalam ganja tentunya tidak mudah. Sehingga ini menjadi tantangan bagi dunia kefarmasian untuk memformulasikan senyawa Cannabidiol menjadi suatu sediaan yang aman bagi tubuh. Penelitian terhadap tanaman ganja dan kebermanfaatannya harus tetap berjalan agar nantinya dapat meningkatkan derajat kesehatan yang ada di Indonesia. Sebagai mahasiswa farmasi kita juga harus kritis dalam menanggapi isu ini, terlebih ini menyangkut kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia. Selain itu, kita juga harus mendukung diadakannya penelitian lebih lanjut mengenai senyawa yang terkandung dalam tanaman ganja ini.

 

Daftar Pustaka

Andi Saputra. 2022. “MK Tolak Legalisasi Ganja Medis untuk Kesehatan!”

MK Tolak Legalisasi Ganja Medis untuk Kesehatan! (detik.com) diakses pada 9 Oktober 2022.

BBC. 2022. “ Ganja Medis : Perjuangan Santi Warastuti demi mencari pengobatan untuk anaknya”.

https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-61956811 diakses pada 9 Oktober 2022.

Fadli, Rizal. 2020. “Ini Efek Ganja pada Kesehatan Tubuh”

Ini Efek Ganja pada Kesehatan Tubuh (halodoc.com) diakses pada 27 Oktober 2022.

Healthline. 2020. “A Quick Take on Cannabis and Its Effects”

https://www.healthline.com/health/what-is-cannabis diakses pada 9 Oktober 2022.

Isnaini, Enik. 2017. “Penggunaan Ganja dalam Ilmu Pengobatan Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika”

PENGGUNAAN GANJA DALAM ILMU PENGOBATAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA | Isnaini | Jurnal Independent (unisla.ac.id) diakses pada 9 Oktober 2022 pukul 17:15

Kementerian Kesehatan.2018. “Peratutan Menteri Kesehatan tentang Perubahan Penggolongan Narkotika” https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/139198/permenkes-no-50-tahun-2018#:~:text=Permenkes%20No.%2050%20Tahun%202018%20tentang%20Perubahan%20Penggolongan,RI%5D%20Peraturan%20Menteri%20Kesehatan%20Nomor%2050%20Tahun%202018, diakses pada 10 September 2022.

Kompos.com. 2022. “% Fakta Ganja dari Kandungan Zat Adiktif, Efek, hingga Risiko Kecanduan.”

5 Fakta Ganja dari Kandungan Zat Adiktif, Efek, hingga Risiko Kecanduan (kompas.com) diakses pada 9 Oktober 2022.

Malik, Syamsul, Lurian Manalu, dan Rika Juniarti. “Legalisasi Ganja Dalam Sektor Medis Prespektif Hukum”.

https://rechten.nusaputra.ac.id/article/download/52/40 diakses pada 9 Oktober 2022.

Maulana, I.F .2011. “Mengenal 7 Manfaat Ganja Medis untuk Kesehatan.”

Mengenal 7 Manfaat Ganja Medis untuk Kesehatan : Kegunaan, Efek Samping, Interaksi | Hello Sehat diakses pada 9 Oktober 2022

Pemerintah Pusat. 2009. “ Undang-undang (UU) tentang Narkotika.” https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/38776/uu-no-35-tahun-2009, diakses pada 10 September 2022.

Republika.co.id. 2022. “Ada Apa di Balik Isu Legalisasi Ganja Medis?”

https://www.republika.co.id/berita/rf5kxw318/ada-apa-di-balik-isu-legalisasi-ganja-medis diakses pada 9 Oktober 2022.

Tempo.co. 2022. “MK Tolak Gugatan Legalisasi Ganja untuk Medis”

https://nasional.tempo.co/read/1613970/mk-tolak-gugatan-legalisasi-ganja-untuk-medis diakses pada 9 Oktober 2022

Tim Redaksi CNBCI. 2022.  “Pengumuman: MK Tolak Legalisasi Ganja Medis untuk Kesehatan”.

Pengumuman: MK Tolak Legalisasi Ganja Medis untuk Kesehatan (cnbcindonesia.com) diakses pada 9 Oktober 2022.

Yuliansyah, dan Damas Raja A. F. 2022. “Sudut Pandang ISMAFARSI dalam Isu Legalisasi Ganja di Indonesia”

Pernyataan Sikap Legalisasi Ganja – ISMAFARSI diakses pada 09 Oktober 2022.

0 Response:

Ur Feedback

BEMF Farmasi UMS

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta adalah sebuah lembaga eksekutif dalam menjalankan miniatur government yang berkemajuan, menjadi motor dari perubahan civitas akademika dan inspirasi bagi masyarakat.

Lt.1 Fakultas Farmasi UMS

Jl. Achmad Yani - Tromol Pos I Pabelan Kartosuro Sukoharjo

SOLOTOPRO

Solidaritas, Loyalitas, Totalitas, Profesionalitas

Email

solotopro[at]gmail.com