Kabinet harshabrata

Visi Kami

Menjadikan BEM FF UMS sebagai tonggak dan fasilitator dalam lingkup yang kolaboratif, prestatif dan solutif untuk kemajuan dan kesejahteraan seluruh civitas akademika FF UMS

Misi Kami Tentang Harshabrata

Divisi Seni dan Olahraga Divisi Pengembangan Intelektual Divisi Pengembangan Organisasi dan Kaderisasi Divisi Islamic Student Center Divisi Eksternal Divisi Hubungan dan Sosial Masyarakat

Divisi Dana dan Usaha Divisi Media dan Publikasi Divisi Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa

News

Sunday, December 4, 2022

KONTAMINASI ETILEN GLIKOL PADA SEDIAAN SIRUP MENGECAM REPUTASI DUNIA KEFARMASIAN

KONTAMINASI ETILEN GLIKOL PADA SEDIAAN SIRUP MENGECAM REPUTASI DUNIA KEFARMASIAN


 

KONTAMINASI ETILEN GLIKOL PADA SEDIAAN SIRUP MENGECAM REPUTASI DUNIA KEFARMASIAN

Biro Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa Kabinet Flavia Fanya

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Farmasi

Universitas Muhammadiyah Surakarta

 

            Sediaan Sirup merupakan sediaan cair yang berupa larutan yang ditandai dengan rasa manis dengan kandungan sukrosa tidak kurang dari 64% dan tidak lebih dari 66,0%. Sediaan sirup memiliki banyak keuntungan selain sangat mudah dalam pemakaiannya, terutama pada anak kecil. Sediaan sirup merupakan salah satu sediaan yang lebih cepat diabsorbsi dalam saluran cerna, sehingga efek terapeutik yang didapatkan oleh pasien akan lebih maksimal. Tetapi tidak semua obat dapat dibuat dalam bentuk sediaan larutan karena beberapa bahan bersifat tidak stabil dalam larutan.

 

Akhir-akhir ini dunia digemparkan oleh kasus cemaran etilen glikol pada sediaan sirup yang dapat mengakibatkan gagal ginjal akut. Kasus ini tentunya menjadi perbincangan yang hangat dan menimbulkan pro kontra di kalangan masyarakat, dimulai regulasi yang dikeluarkan pemerintah dalam hal memberhentikan peredaran semua jenis obat sediaan sirup di apotik hingga penarikan peredaran beberapa sediaan sirup yang dicurigai mengandung cemaran etilen glikol. Lantas bagaimana tanggapan WHO mengenai ini, apakah dengan adanya kasus ini akan menjadi suatu tanda bahwa sediaan obat sirup nantinya tidak lagi digunakan dalam dunia kesehatan?.

 

Kasus ini bermula pada tanggal 5 Oktober 2022 dengan dirilisnya informasi dari WHO mengenai ditemukannya senyawa zat kimia yang dapat mengakibatkan terjadinya kematian 66 anak di Gambia pada 4 jenis sirup buatan Meiden Pharmaceuticals Limited asal India. Empat obat batuk pilek yang dikaitkan dengan kematian 66 anak di Gambia adalah Promethazine Oral Solution, Kofexmalin Baby Cough Syrup, Makoff Baby Cough Syrup dan Magrip N Cold Syrup. Rupanya WHO menemukan adanya cemaran ethylene glycol (EG) dan diethylene glycol (DEG) dalam beberapa sediaan tersebut. BPOM kemudian menyatakan bahwa setelah ditelusuri, keempat produk tersebut tidak terdaftar di Indonesia dan hingga saat ini tidak ada produk dari produsen Meiden Pharmaceuticals Limited yang terdaftar di BPOM sehingga tidak beredar di Indonesia. Terdapat 189 kasus gagal ginjal akut progresif atipikal di Indonesia yang didominasi oleh anak usia 1 - 5 tahun. Kasus meningkat pesat selama 3 bulan terakhir dari bulan sebelumnya. Melihat kondisi tersebut, Kementerian Kesehatan mengeluarkan surat edaran nomor SR.01.05/III/3461/2022 perihal Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury). Dalam surat edaran tersebut, terdapat 9 rekomendasi yang diminta oleh Kemenkes dan salah satunya adalah meminta seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk sirup kepada masyarakat sampai dilakukan pengumuman resmi dari pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Menanggapi terkait hal ini, Kemenkes bersama dengan BPOM, IDAI, dan pihak lainnya menganalisis dan menginvestigasi untuk menemukan solusinya. BPOM mengumumkan 5 produk obat sirup di Indonesia yang berbahaya karena mengandung ethylene glycol (EG) melampaui ambang batas. Dilansir dari laman resmi BPOM RI, kelima produk itu di antaranya Termorex Sirup (obat demam), Flurin DMP Sirup (obat batuk dan flu), Unibebi Cough Syrup (obat batuk dan flu), Unibebi Demam Sirup (obat demam), dan Unibebi Demam Drops (obat demam). BPOM telah mengeluarkan daftar sejumlah 133 obat sirup yang disebut aman dari cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG). Disusul juga, bahwasannya pemerintah menemukan obat yang relevan untuk mengatasi gagal ginjal akut pada anak, yaitu fomepizole yang didatangkan dari jepang. Tepat 5 November 2022 tercatat terdapat 324 kasus, yang terdiri dari 27 kasus dalam perawatan, 195 meninggal, dan sembuh 102 kasus. Kabar baiknya tidak ada lagi kabar bertambahnya kasus gagal ginjal akut hingga 6 November 2022.

 

Sebelum lebih jauh membicarakan kasus ini, akan lebih baiknya kita mengenal apa itu etilen glikol atau kerap disebut EG yang diduga sebagai zat yang menimbulkan cemaran pada sediaan sirup. Etilena glikol (EG) adalah salah satu dari beberapa alkohol beracun yang digunakan untuk tujuan pengobatan dan toksikologi. Fakta yang mengejutkan bahwasannya etilen glikol ini tidak hanya digunakan sebagai bahan obat oral, namun juga sebagai cairan pompa hidrolik, tinta stamp pad, pena, pelarut, cat, plastik, film, dan kosmetik. Hal ini dikarenakan etilen glikol dapat melarutkan sebagai pelarut, antimikroba sebagai pengawet, dan desinfektan. Selain itu, etilen glikol juga digunakan di Amerika Serikat sebagai bahan utama hampir semua produk pendingin. Fungsinya untuk menaikkan titik didih dan menurunkan titik beku (defrost) cairan pendingin yang beredar melalui radiator mobil. Dari sini kita dapat melihat bahwa etilen glikol bukanlah bahan alami untuk konsumsi manusia. Etilena glikol adalah bahan kimia yang tidak berwarna, tidak berbau, dan berasa manis. Namun bahan-bahan tersebut bersifat racun jika tertelan dan terserap ke dalam tubuh. Terjadinya keracunan etilen glikol karena mengandung antifreeze dalam suatu pendingin yang biasanya digunakan pada radiator mobil. Dietilen glikol (dietilen glikol) memiliki sifat yang tidak jauh berbeda dengan etilen glikol. Pada dasarnya, dietilen glikol merupakan gabungan etilen glikol yang tingkat racunnya lebih rendah daripada etilen glikol. Dietilen glikol sering digunakan dalam produk rumah tangga. Namun, zat ini juga dapat digunakan sebagai pelarut sirup medis untuk menggantikan gliserin karena lebih murah.

 

Etilen Glikol (EG) merupakan kontaminan dan seharusnya tidak ada di dalam sirup ataupun di dalam sediaan obat. Misalnya jika menggunakan Propilen glikol atau gliserin, maka adanya kontaminan etilen glikol (EG) atau dietilen glikol (DEG) hanya maksimal 0,1 persen. Perlu ditekankan bahwa propilen glikol tidak berbahaya selama konsumen memenuhi ADI (Acceptable Daily Intake) atau dosis perhari yang dapat diterima tubuh. Namun, berdasarkan temuan BPOM tentang cemaran etilen glikol mencapai 99 persen. Hal ini berarti etilen glikol sudah bukan dianggap cemaran, melainkan kosolven dalam obat dan dengan jumlah yang begitu besar memang tidak diperbolehkan. Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) bukanlah komposisi obat, tetapi cemaran atau disebut sebagai kontaminan dari bahan baku obat, yaitu kontaminan dari propilen glikol, polietilen glikol atau kontaminan dari sorbitol dan juga gliserin

 

 

Tentunya menjadi pertanyaan bagi kita semua, bagaimana etilen glikol dapat menyebabkan gagal ginjal akut. Jadi, etilen glikol di dalam tubuh tentunya akan mengalami metabolisme dalam hati kemudian menjadi asam glikolat. Jika terjadi penumpukan di dalam darah, maka dapat mengakibatkan suasana darah menjadi asam yang dapat menyebabkan mual dan sesak napas. Belum berakhir sampai disitu, asam oksalat akan diubah lagi menjadi kalsium oksalat, kalsium oksalat inilah yang menjadi pemicu terbentuknya batu ginjal. Kalsium Oksalat tersebut jika mengkristal akan membentuk ujung yang runcing yang dapat melukai organ ginjal sehingga dapat menyebabkan gagal ginjal. Jika seseorang terdehidrasi, maka pembentukan Kalsium Oksalat dapat semakin cepat dan banyak. 

 

Pada 31 Oktober 2022, pemerintah mendatangkan fomepizole dari jepang sebagai obat dalam mengatasi gagal ginjal akut anak yang disebabkan karena etilen glikol. Fomepizole atau 4-methylpyrazole merupakan obat yang disetujui oleh FDA pada tahun 1997 dan merupakan satu-satunya zat yang disetujui untuk antidotum bagi kasus keracunan etilen glikol. Fomepizole tidak hanya digunakan untuk keracunan etilen glikol namun juga berfungsi untuk mengobati kasus keracunan metanol yaitu dengan menghambat pemecahan  zat menjadi suatu metabolit yang bersifat toksik aktif. Fomepizole merupakan inhibitor kompetitif bagi enzim alkohol dehidrogenase di hati yang merupakan sumber utama zat yang digunakan untuk metabolisme etilen glikol dan metanol.

 

       IAI meminta pemerintah lebih bijak dalam pengawasan obat, hal ini mengingat masih banyak masyarakat yang membutuhkan sediaan sirup dalam proses pengobatan berkaitan dengan kondisi klinis yang mereka hadapi. Anggota dewan pakar PP IAI lestari menyampaikan bahwa kemenkes dan BPOM belum memiliki kesimpulan penyebab pasti gangguan ginjal akut progresif atipikal pada anak di indonesia, sebab ditemukan pasien yang sama sekali tidak mengkonsumsi obat sirup parasetamol. Berbeda dengan kejadian di Gambia yang sudah dipastikan penyebab gagal ginjal akut itu berasal dari obat sirup yang terkontaminasi etilen glikol (EG) atau dietilen glikol (DEG) dalam dosis yang melebihi ambang batas keamanan. Kasus ini masih terus dilakukan penelitian lebih lanjut, karena ada kemungkinan penyebab lainnya adalah interaksi antar obat maupun obat dengan makanan, dll. Di samping itu, masyarakat juga perlu memahami sediaan obat selain sirup. Untuk menindaklanjuti kasus ini IAI telah menerbitkan surat edaran yang ditujukan kepada para pengurus daerah IAI atau para apoteker di Indonesia, dengan nomor B2-382/PP.IAI/2226 pada tanggal 19 Oktober 2022. Diharapkan agar para apoteker lebih memperhatikan interaksi obat dan juga makanan. Interaksi ini beresiko menimbulkan atau memperparah kondisi gagal ginjal akut. Sampai pada tanggal 2 November, Kemenkes merilis daftar obat sirup yang mengandung etilen glikol dan dietilen glikol, yaitu :

  1. Flurin DMP Sirup dari PT Yarindo Farmatama
  2. Unibebi Demam Syrup 60 ml dari PT Universal Pharmaceutical Industries
  3. Unibebi Demam Drops 15 ml dari PT Universal Pharmaceutical Industries
  4. Unibebi Cough Syrup 60 ml dari PT Universal Pharmaceutical Industries
  5. Paracetamol Drops dari PT Afi Farma Pharmaceutical Industries
  6. Paracetamol Sirup Rasa Peppermint dari PT Afi Farma Pharmaceutical Industries
  7. Vipcol Sirup dari PT Afi Farma Pharmaceutical Industries

 

Gagal ginjal akut yang disebabkan oleh cemaran etilen glikol pada sediaan sirup merupakan kasus yang perlu kita perhatikan. Hal ini dikarenakan tingginya kasus pada tiga bulan terakhir ini menimbulkan kekhawatiran bagi kita semua. Terlebih kita ketahui bahwasannya sediaan sirup merupakan sediaan yang banyak dipasarkan dan banyak dikonsumsi terutama bagi anak-anak. Dari kasus ini tentunya menjadi suatu tantangan bagi dunia kefarmasian terutama seorang apoteker untuk menciptakan suatu sediaan yang lebih aman dan mudah dikonsumsi. Apoteker juga lebih menekankan lagi perannya dalam pengawasan peresepan, peracikan, dan pendistribusian obat. Sebagai mahasiswa, tentunya kita juga dapat memberikan peran dengan memberikan edukasi terkait kasus ini terhadap masyarakat. Sehingga nantinya masyarakat dapat lebih bijak dalam menanggapi isu ini dan meningkatkan pemahaman mengenai kasus gagal ginjal akut pada anak. Harapannya kasus-kasus seperti ini tidak akan terjadi lagi dan pengawasan mengenai produksi obat menjadi diperketat.

 

 

Daftar Pustaka

Arief Maulana.2022. “Mengapa Dietilen Glikol dan Etilen Glikol Memicu Gagal Ginjal?”.

Mengapa Dietilen Glikol dan Etilen Glikol Memicu Gagal Ginjal? – Universitas Padjadjaran (unpad.ac.id) diakses pada 21 November 2022.

Citra Larasati. 2022” Etilen Glikol dan Dietilen Glikol di Obat Sirop Aman Dalam Kadar Tertentu? Ini Faktanya.”

https://www.medcom.id/pendidikan/riset-penelitian/4KZPvjgb-etilen-glikol-dan-dietilen-glikol-di-obat-sirop-aman-dalam-kadar-tertentu-ini-faktanya diakses pada 21 November 2022.

Dirjen POM. 1979.  Farmakope Indonesia”

http://repository.uam.ac.id/id/eprint/50/1/Jurnal%20Djelang%20-%20Formulasi.pdf diakses pada 21 November 2022

Farmasetika.com. 2022. “66 Anak Meninggal, WHO Larang Penggunaan Obat Batuk Produksi India”

66 Anak Meninggal, WHO Larang Penggunaan 4 Obat Batuk Produksi India – Info Farmasi Terkini Berbasis Ilmiah dan Praktis (farmasetika.com) diakses pada 21 November 2022.

Farmasetika.com. 2022. ”Mengenal Fomepizole: Antidotum Penawar Etilen Glikol, Cegah Gagal Ginjal”

https://farmasetika.com/2022/10/22/mengenal-fomepizole-antidotum-penawar-etilen-glikol-cegah-gagal-ginjal/  diakses pada 21 November 2022.

Farmasetika.com. 2022. “Terkait Gangguan Ginjal Kemenkes Minta Apotek Tak Jual Dulu Obat Bentuk Sirup”

Terkait Gangguan Ginjal, Kemenkes Minta Apotek Tak Jual Dulu Obat Bentuk Sirup – Info Farmasi Terkini Berbasis Ilmiah dan Praktis (farmasetika.com) diakses pada 21 November 2022.

Jawapostv. 2022. “BPOM Umumkan Obat Sirop Mengandung Cemaran EG dan DEG, Ini Daftarnya”

BPOM Umumkan Obat Sirop Mengandung Cemaran EG dan DEG, Ini Daftarnya (jawapos.com) diakses pada 21 November 2022.

Kemenkes. 2022. “Tidak ada Penambahan Kasus GGAPA”

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (kemkes.go.id) diakses pada 21 November 2022.

Kompas.com. 2022. “IAI Minta Pemerintah Lebih Bijak Soal Larangan Obat Sirup”

https://nasional.kompas.com/read/2022/10/21/13575511/iai-minta-pemerintah-lebih-bijak-soal-larangan-obat-sirup diakses pada 21 november 2022.

Maryati. 2022. “Gagal Ginjal Akut Dilaporkan Seorang Anak Usia 6 Bulan Sampai 18 Tahun”

Gagal ginjal akut dilaporkan serang anak usia 6 bulan sampai 18 tahun (yahoo.com) diakses pada 21 November 2022.

Muhammad Taufiq. 2022 “Apa Itu Etilen Glikol dan Dietilen Glikol, Kimia Perusak Ginjal Pada Obat Sirop Anak”

https://jatim.suara.com/read/2022/11/03/083500/apa-itu-etilen-glikol-dan-dietilen-glikol-kimia-perusak-ginjal-pada-obat-sirop?page=2 diakses pada 21 November 2022.

Tjay, T. H., dan Rahardja, K., 2002. “ Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan Efek Sampingnya”

http://eprints.ums.ac.id/12664/2/BAB_1.pdf diakses pada 21 November 2022

Tribun Health.com. 2022 “Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) Bukan Bahan Baku Obat, Melainkan Kontaminan”

https://health.tribunnews.com/2022/10/25/etilen-glikol-eg-dan-dietilen-glikol-deg-bukan-bahan-baku-obat-melainkan-kontaminan diakses pada 21 November 2022.

 

 

Tuesday, November 22, 2022

PRO KONTRA LEGALISASI GANJA DI INDONESIA

PRO KONTRA LEGALISASI GANJA DI INDONESIA


 

PRO KONTRA LEGALISASI GANJA DI INDONESIA

Biro Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa Kabinet Flavia Fanya

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Farmasi

Universitas Muhammadiyah Surakarta

 

Ganja merupakan salah satu jenis narkotika yang dilarang, tetapi banyak digunakan di dunia karena memiliki karakter utama dalam efek kandungan yang dimilikinya, yaitu depresan atau jenis obat yang berfungsi mengurangi aktivitas fungsional tubuh, dan halusinogen. Ganja atau secara ilmiah dinamakan sebagai Cannabis sativa yang merupakan tumbuhan budidaya penghasil serat. Namun tanaman ini lebih dikenal karena kandungan zat narkotika pada bijinya, dan kandungan THC (Tetrahydrocannabinol) yang dapat membuat pemakainya mengalami euphoria atau rasa senang yang berkepanjangan tanpa sebab. Selain itu, THC merupakan senyawa yang dapat menyebabkan mabuk. Dalam dosis rendah mempunyai efek analgesik atau penghilang rasa nyeri, biasanya digunakan untuk pasien penderita glaukoma.

 

Pengertian narkotika terjabarkan dalam  UU Narkotika No. 39 ayat 1 pasal 1 yang berbunyi, "Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini". Jenis narkotika digolongkan menjadi 3 kelompok, sedangkan ganja masuk ke dalam  narkotika golongan I seperti tertuang dalam UU No. 35 Tahun 2009 Daftar Narkotika Golongan I. Berdasarkan riset yang ada, narkotika golongan I merupakan jenis narkotika yang sangat berbahaya karena dapat menimbulkan efek kecanduan dan ketergantungan. Sehingga, narkotika golongan I hanya dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan untuk terapi. Hal ini dipertegas pada UU No. 35 Tahun 2009 pasal 8 ayat 1 yang berbunyi, “Narkotika Golongan l dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan.” Kemudian diperjelas pada UU No. 35 Tahun 2009 pasal 8 ayat 2 yang menyatakan bahwa, “Dalam jumlah terbatas, Narkotika Golongan l dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia diagnostic, serta reagensia laboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pada PERMENKES RI No.50 Tahun 2018 Bab Daftar Narkotika Golongan l dijelaskan bahwa, “Tanaman ganja, semua tanaman genus genus cannabis dan semua bagian dari tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk ganja dan hasis.” Dari UU tersebut menyatakan bahwa bukan hanya tanamannya saja yang termasuk ke dalam golongan I, tetapi seluruh bagian tanamannya juga. Namun, bukan berarti tidak ada potensi dari salah satu bagian tanaman atau turunannya tidak dapat dimanfaatkan sebagai terapi. Sehingga ini merupakan salah satu tantangan bagi kita farmasis untuk mengembangkan riset yang ada mengenai tanaman ini agar nantinya dapat dimanfaatkan sebaik mungkin dalam dunia kesehatan.

 

Legalisasi ganja kini kian menjadi perbincangan publik,  dimana terdapat pro dan kontra terkait apakah ganja di Indonesia harus segera dilegalkan. Tepat di tahun 2020 seorang ibu bernama “Santi” sempat menyuarakan terkait legalisasi ganja. Padahal seperti kita ketahui  dan sadari bersama bahwasannya menguji dan merubah isi dari UU Narkotika tidaklah mudah. Berdasarkan UU No. 35 Tahun 2009 dimana ganja digolongkan sebagai narkotika golongan 1 yang memiliki efek ketergantungan sangat tinggi. Ganja tidak dapat dilegalkan dikarenakan ganja termasuk pada narkotika golongan 1 yang kemudian hanya dapat digunakan pada kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan ataupun penelitian. Ganja medis belum bisa sepenuhnya diterima dikalangan masyarakat dikarenakan akan berpotensi terbukanya jalur penyalahgunaan narkotika seperti ganja. Maka dari itu pernyataan Mahkamah Konstitusi tepat pada tanggal 20 juli 2022 sangatlah selaras dan tepat, guna memastikan dan menelaah kembali apakah ganja medis bisa dipergunakan sebagai obat-obatan medis lainnya.

 

Ganja terdiri dari 120 komponen yang dikenal dengan Kanabioid. Para ahli sampai saat ini masih belum mengetahui efek dari semua komponen senyawanya, namun sudah diketahui 2 komponen senyawa, diantaranya yaitu Cannabidiol (CBD) dan Tetrahydrocannabinol (THC). Cannabidiol (CBD) ini adalah Cannabinoid psikoaktif,  namun tidak memabukkan dan tidak menyebabkan euforia, yang berarti tidak memberikan sensasi melayang atau halusinogen. Senyawa ini sering digunakan untuk membantu mengurangi peradangan dan menghilangkan rasa sakit (bius). Selain itu senyawa ini juga dapat digunakan untuk meredakan mual, migrain, kejang, dan kecemasan. Epidiolex  adalah obat satu-satunya yang digunakan melalui resep dokter yang mengandung CBD  dan disetujui oleh  Food and Drug Administration (FDA).  Obat ini digunakan untuk diagnosis pada penderita epilepsi tertentu. Saat ini peneliti masih terus melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efektivitas penggunaan obat ini. Tetrahydrocannabinol (THC) merupakan senyawa psikoaktif utama yang ada pada tanaman ganja dengan fungsi halusinogen yang banyak disalahgunakan. Pemanfaatan tanaman ganja menimbulkan 2 efek yaitu efek terapetis yang diinginkan dan efek yang tidak diinginkan (Side Effect).  Efek yang diinginkan meliputi relaksasi, menambah nafsu makan, dan sedative. efek lain yang tidak diinginkan adalah terganggunya koordinasi anggota tubuh, mual, lemas, cemas, detak jantung meningkat, tekanan darah menurun, dan paranoid.

 

Ganja memiliki manfaat positif jika digunakan dengan tepat. Yaitu dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan. Manfaat positif ganja sebagai obat antara lain adalah ganja dapat memperlambat penyakit Alzheimer, dapat membantu menenangkan kecemasan, dapat meningkatkan kapasitas paru-paru, dapat menurunkan sakit saraf otak, dan dapat mengatasi gangguan jiwa. Penggunaan ganja di Indonesia sudah ada sejak zaman nenek moyang dulu sebagai obat herbal, kepentingan ritual, makanan, dan pertanian. Akan tetapi ganja dapat mengakibatkan dampak negatif jika digunakan secara tidak tepat atau disalahgunakan. Berikut dampak negatif jika mengkonsumsi ganja :

  1. Dapat menghambat fungsi otak

Penggunaan ganja dalam jangka panjang dapat merubah struktur tertentu pada otak, sehingga dapat menghambat fungsi otak. Hal ini terbukti dengan terganggunya kemampuan berpikir dan kehilangan memori.

  1. Memicu risiko kanker paru-paru

Kandungan tar pada ganja hampir 3 kali lipatnya kandungan tar dalam tembakau pada rokok. Sehingga asap dari pembakaran ganja akan jauh lebih tinggi memicu terjadinya kanker paru-paru.

  1. Mengganggu kesehatan mental

Penggunaan ganja secara berlebihan juga dapat mengganggu kesehatan mental seperti contohnya dapat menimbulkan halusinasi, delusi, peningkatan rasa cemas, dan serangan panik. Selain itu penggunaan ganja dalam jangka panjang dapat mengakibatkan seseorang sulit tidur, berkurangnya nafsu makan, dan mengalami perubahan suasana hati secara tiba-tiba.

  1. Melemahkan sistem kekebalan tubuh

Ganja dapat membuat sistem kekebalan tubuh seseorang menjadi lemah, sehingga tubuh semakin sulit melawan infeksi atau mudah terserang penyakit. Suatu penelitian juga menunjukkan bahwasannya mengkonsumsi ganja juga dapat meningkatkan risiko seseorang terkena HIV/AIDS.

  1. Mengganggu sistem peredaran darah tubuh

Setelah menghisap ganja, detak jantung akan semakin meningkat dan dapat berlangsung selama 3 jam. Hal ini sangat berbahaya bagi seseorang yang memiliki riwayat penyakit jantung. Selain itu, ganja juga dapat mengakibatkan tekanan darah naik dan mata menjadi merah karena pembuluh darah yang melebar.

 

Banyaknya efek samping dari ganja yang dapat mengganggu kesehatan tubuh, tentunya menjadi pertimbangan kita bersama jika nantinya ganja dilegalisasikan. Hingga saat ini masih banyak kasus penyalahgunaan narkoba, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa Mereka menggunakan narkoba tanpa pengawasan ahli/dokter dengan tujuan yang berbeda-beda, kebanyakan hanya untuk bersenang-senang dan berawal dari rasa penasaran kemudian mencobanya yang pada akhirnya menjadi ketergantungan tanpa batas. Hal ini tentunya dikarenakan narkoba mengandung zat adiktif yang menyebabkan rasa candu pada penggunanya sehingga sulit berhenti untuk mengkonsumsi narkoba ini.

 

Setelah beredarnya isu mengenai legalisasi ganja, tentunya menjadi perbincangan yang hangat bagi masyarakat Indonesia. Sampai akhirnya pada tanggal 20 Juli 2022 dalam sidang putusan di gedung Mahkamah Konstitusi, Ketua MK, Anwar Usman, memutuskan untuk menolak uji materi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika terkait penggunaan ganja medis untuk kesehatan. Kemudian pada 18 Agustus 2022, ISMAFARSI yang merupakan Ikatan Senat Mahasiswa Farmasi juga mengeluarkan pernyataan sikapnya untuk menolak legalisasi ganja dengan alasan apapun termasuk untuk kepentingan medis. Ganja disini yang dimaksud adalah ganja yang merupakan tanamannya. Namun, ISMAFARSI mendukung penuh mengenai riset penemuan pemanfaatan bagian ganja medis yang potensial untuk pengobatan. Dari berita mengenai penolakan rencana legalisasi ganja oleh MK yang kemudian dibarengi oleh pernyataan sikap ISMAFARSI yang menolak legalisasi ganja, rupanya menimbulkan pro kontra pada masyarakat. Sehingga isu ini perlu kita tindak lanjuti lebih dalam lagi dan menyusun strategi-strategi selanjutnya.

 

Dalam menindaklanjuti isu legalisasi ganja, sebagai seorang farmasi kita dapat memberikan solusi dari permasalahan ini. Salah satunya yaitu dengan mendukung pemerintah untuk tidak melegalkan ganja secara murni. Namun, legalisasi zat potensial yang terdapat di dalam ganja dimana secara berkelanjutan dilakukan riset dari seorang Apoteker yang merupakan tenaga ahli dalam bidang formulasi obat. Apoteker dapat memformulasikan atau memodifikasi zat potensial tersebut seperti CBD menjadi lebih efektif dan efisien untuk terapi, sehingga nantinya diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan di Indonesia. Tentunya rencana ini tidak terlepas dari peran pemerintah yaitu dengan menetapkan isolat ganja (CBD) ke dalam golongan II, tetapi untuk ganja secara murni masih ditetapkan pada golongan I, sehingga dapat diimplementasikan untuk pengobatan lini terakhir sesuai dengan UU Narkotika no. 35 Tahun 2009 Pasal 53 ayat 1 yang berbunyi “Untuk kepentingan pengobatan dan berdasarkan indikasi medis, dokter dapat memberikan Narkotika Golongan II atau Golongan III dalam jumlah terbatas dan sediaan tertentu kepada pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. CBD memiliki potensi untuk pengobatan penyakit kasus kejang dan epilepsi, disamping itu Kemenkes juga telah memberikan alternatif pengobatan epilepsi yang terdapat di dalam Formularium Nasional. Sebagai mahasiswa farmasi kita harus mendukung penuh mengenai rencana riset tanaman ganja agar nantinya seorang Apoteker dapat semakin dirasakan kehadirannya di mata masyarakat.

           

Dengan kita melihat beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwasanya dalam melegalisasikan ganja tentunya diperlukan banyak pertimbangan, terlebih dari efek samping yang dapat ditimbulkan dari ganja itu sendiri. Ganja mengandung zat Cannabidiol (CBD) yang dapat dimanfaatkan untuk kesehatan, namun memisahkan senyawa tersebut dari senyawa lain yang terkandung dalam ganja tentunya tidak mudah. Sehingga ini menjadi tantangan bagi dunia kefarmasian untuk memformulasikan senyawa Cannabidiol menjadi suatu sediaan yang aman bagi tubuh. Penelitian terhadap tanaman ganja dan kebermanfaatannya harus tetap berjalan agar nantinya dapat meningkatkan derajat kesehatan yang ada di Indonesia. Sebagai mahasiswa farmasi kita juga harus kritis dalam menanggapi isu ini, terlebih ini menyangkut kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia. Selain itu, kita juga harus mendukung diadakannya penelitian lebih lanjut mengenai senyawa yang terkandung dalam tanaman ganja ini.

 

Daftar Pustaka

Andi Saputra. 2022. “MK Tolak Legalisasi Ganja Medis untuk Kesehatan!”

MK Tolak Legalisasi Ganja Medis untuk Kesehatan! (detik.com) diakses pada 9 Oktober 2022.

BBC. 2022. “ Ganja Medis : Perjuangan Santi Warastuti demi mencari pengobatan untuk anaknya”.

https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-61956811 diakses pada 9 Oktober 2022.

Fadli, Rizal. 2020. “Ini Efek Ganja pada Kesehatan Tubuh”

Ini Efek Ganja pada Kesehatan Tubuh (halodoc.com) diakses pada 27 Oktober 2022.

Healthline. 2020. “A Quick Take on Cannabis and Its Effects”

https://www.healthline.com/health/what-is-cannabis diakses pada 9 Oktober 2022.

Isnaini, Enik. 2017. “Penggunaan Ganja dalam Ilmu Pengobatan Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika”

PENGGUNAAN GANJA DALAM ILMU PENGOBATAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA | Isnaini | Jurnal Independent (unisla.ac.id) diakses pada 9 Oktober 2022 pukul 17:15

Kementerian Kesehatan.2018. “Peratutan Menteri Kesehatan tentang Perubahan Penggolongan Narkotika” https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/139198/permenkes-no-50-tahun-2018#:~:text=Permenkes%20No.%2050%20Tahun%202018%20tentang%20Perubahan%20Penggolongan,RI%5D%20Peraturan%20Menteri%20Kesehatan%20Nomor%2050%20Tahun%202018, diakses pada 10 September 2022.

Kompos.com. 2022. “% Fakta Ganja dari Kandungan Zat Adiktif, Efek, hingga Risiko Kecanduan.”

5 Fakta Ganja dari Kandungan Zat Adiktif, Efek, hingga Risiko Kecanduan (kompas.com) diakses pada 9 Oktober 2022.

Malik, Syamsul, Lurian Manalu, dan Rika Juniarti. “Legalisasi Ganja Dalam Sektor Medis Prespektif Hukum”.

https://rechten.nusaputra.ac.id/article/download/52/40 diakses pada 9 Oktober 2022.

Maulana, I.F .2011. “Mengenal 7 Manfaat Ganja Medis untuk Kesehatan.”

Mengenal 7 Manfaat Ganja Medis untuk Kesehatan : Kegunaan, Efek Samping, Interaksi | Hello Sehat diakses pada 9 Oktober 2022

Pemerintah Pusat. 2009. “ Undang-undang (UU) tentang Narkotika.” https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/38776/uu-no-35-tahun-2009, diakses pada 10 September 2022.

Republika.co.id. 2022. “Ada Apa di Balik Isu Legalisasi Ganja Medis?”

https://www.republika.co.id/berita/rf5kxw318/ada-apa-di-balik-isu-legalisasi-ganja-medis diakses pada 9 Oktober 2022.

Tempo.co. 2022. “MK Tolak Gugatan Legalisasi Ganja untuk Medis”

https://nasional.tempo.co/read/1613970/mk-tolak-gugatan-legalisasi-ganja-untuk-medis diakses pada 9 Oktober 2022

Tim Redaksi CNBCI. 2022.  “Pengumuman: MK Tolak Legalisasi Ganja Medis untuk Kesehatan”.

Pengumuman: MK Tolak Legalisasi Ganja Medis untuk Kesehatan (cnbcindonesia.com) diakses pada 9 Oktober 2022.

Yuliansyah, dan Damas Raja A. F. 2022. “Sudut Pandang ISMAFARSI dalam Isu Legalisasi Ganja di Indonesia”

Pernyataan Sikap Legalisasi Ganja – ISMAFARSI diakses pada 09 Oktober 2022.

Tuesday, August 16, 2022

RUU Praktik Apoteker sebagai Bentuk Kekuatan Hukum Profesi Apoteker

RUU Praktik Apoteker sebagai Bentuk Kekuatan Hukum Profesi Apoteker


 

ARTIKEL KAJIAN

RUU Praktik Apoteker sebagai Bentuk Kekuatan Hukum Profesi Apoteker


Biro Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa Kabinet Flavia Fanya Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Farmasi

Universitas Muhammadiyah Surakarta

 

RUU Praktik Apoteker adalah rancangan undang-undang yang membahas terkait ruang lingkup praktik apoteker (pendidikan apoteker, penyelenggaraan praktik, fasilitas praktik, produk sediaan farmasi, peran dan wewenang apoteker, serta hak dan kewajiban apoteker dan masyarakat). RUU ini dibuat dengan beberapa pertimbangan, yakni salah satunya kesehatan merupakan hak asasi dan kesejahteraan manusia serta untuk meningkatkan penyelenggaraan praktik apoteker untuk menjamin berbagai aspek kehidupan.

 

Hingga saat ini undang-undang tertinggi yang mengatur terkait kefarmasian jika dilihat dari hirarki peraturan perundangan di Indonesia, yang tercantum dalam UU nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah UU nomor 36 tahun 2009. Namun jika kita lihat dari kerinciannya dalam mengatur praktik kefarmasian, undang-undang yang tertinggi adalah Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian. Hal ini tentunya menjadi tanda tanya besar bagi kita, karena jika kita lihat dari UU nomor 12 tahun 2011, undang-undang berada pada urutan teratas yang artinya menjadi undang-undang tertinggi dan terkuat. Namun, hanya terdapat satu pasal pada UU nomor 36 tahun 2009 yang mengatur terkait praktik kefarmasian, yaitu pada pasal 108. Pada pasal tersebut pun tidak dijelaskan secara rinci mengenai praktik kefarmasian. Sedangkan PP nomor 51 tahun 2009 lebih menjelaskan secara rinci mengenai praktik kefarmasian, PP ini digunakan sebagai satu-satunya payung hukum kefarmasian. Tetapi Peraturan Pemerintah berada di urutan keempat pada hirarki peraturan perundangan di Indonesia yang tercantum dalam UU nomor 12 tahun 2011, yaitu lebih rendah dari undang-undang. Sehingga PP nomor 51 tahun 2009 yang selama ini kita pakai sebagai payung hukum kefarmasian tidak lebih kuat daripada undang-undang. Ketidakjelasan ini tentunya menjadi faktor utama pentingnya Undang-undang yang mengatur praktik apoteker.

 

Ketidakjelasan hukum yang mengatur mengenai undang-undang kefarmasian terlihat juga pada PP nomor 51 pasal 1 ayat 5 dan 6 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Pasal 5 menyatakan, “Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker”. Dan pasal 6 menyatakan, “Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker”. Dari pengertian tersebut diketahui bahwa sarjana farmasi termasuk ke dalam TTK, sehingga dapat mengubah definisi apoteker menjadi “Apoteker adalah Tenaga Teknis Kefarmasian (Sarjana Farmasi) yang telah lulus apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker”. Padahal TTK bukan hanya terdiri dari sarjana farmasi, namu terdapat juga Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker. Dikhawatirkan dengan kesalah artian dari definisi apoteker tersebut kedepannya Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah


Farmasi/Asisten Apoteker juga dapat menempuh Program Studi Profesi Apoteker. Sehingga diperlukan adanya perbaikan UU untuk memperjelas definisi apoteker maupun TTK.

 

RUU Praktik Apoteker resmi menggantikan RUU Kefarmasian sebagai rancangan undang-undang yang diserahkan ke prolegnas pada 17 Januari 2022 dengan ditandatanganinya surat penyesuaian RUU Kefarmasian yang tercantum dalam Prolegnas 2019-2024 nomor 82 menjadi RUU Praktik Apoteker. Surat tersebut ditandatangani oleh Chairul Anwar selaku anggota DPR RI yang mengusulkan RUU Kefarmasian. Berita ini tentunya menjadi perbincangan cukup besar di dunia kefarmasian. Pada awalnya terdapat dua usulan terkait RUU Kefarmasian, yang pertama yaitu RUU Kefarmasian dan Kemandirian Farmasi Nasional yang berorientasi dominan pada pengembangan industri dan riset. Kedua, yaitu RUU Praktik Apoteker yang berorientasi dominan pada pengembangan pelayanan kefarmasian terutama praktik mandiri apoteker. Dengan beberapa pertimbangan akhirnya RUU Kefarmasian telah tergantikan menjadi RUU Praktik Apoteker. Chairul Anwar menyatakan bahwasannya pengajuan RUU Kefarmasian merupakan usulan beliau sebagai anggota DPR RI yang memiliki jiwa korsa farmasi. Namun, lambat laun beliau menyadari bahwasannya apoteker lebih membutuhkan undang-undang praktik yang mengatur secara spesifik, sehingga memutuskan bersama dengan Masyarakat Farmasi Indonesia (MFI) untuk mengajukan RUU Praktik Apoteker dan memperjuangkannya bersama.

 

Alasan lainnya mengenai pergantian tersebut salah satunya adalah tentang arti kata farmasi dan apoteker dalam penamaan draft RUU. Farmasi dan apoteker memiliki arti yang berbeda, jika farmasi mempunyai persamaan kata dengan ahli farmasi, sedangkan apoteker merupakan sarjana farmasi yang telah menempuh profesi apoteker. Kemudian, melihat organisasi profesi apoteker di Indonesia satu-satunya adalah Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) menggunakan kata ‘Apoteker’ sebagai nama organisasi, maka menjadi tidak selaras jika menggunakan kata ‘Kefarmasian’ pada judul draft RUU. Selain itu, jika kita menilik dari rekan sejawat kita yang telah memiliki undang-undang, seperti halnya dokter sebagai aktor utamanya memiliki UU Praktik Kedokteran, atau Bidan sebagai aktor utamanya memiliki UU Kebidanan. Sehingga, jika kita menggunakan RUU Kefarmasian maka aktor utamanya bukanlah apoteker tetapi farmasi. Itulah salah satu alasan mengapa judul draft RUU Praktik Apoteker lebih direkomendasikan untuk digunakan.

 

Terkait dalam hal urgensi RUU Praktik apoteker yang sampai saat ini masih menjadi suatu polemik di lingkup kefarmasian. Kita tahu bersama, bahwa RUU Praktik apoteker memang menjadi tolok ukur atau juga bisa dikatakan sebagai parameter mengenai “apakah profesi apoteker ini sudah memiliki status yang jelas dan benar diakui oleh masyarakat?’’. Kedudukan apoteker kian menjadi tanda tanya, apakah apoteker memiliki kedudukan yang sama dengan tenaga kerja kefarmasian (TTK) sebagaimana dijelaskan dalam PP 51/2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jika apoteker memiliki kedudukan yang sama dengan tenaga kerja kefarmasian lantas mengapa status nama apoteker ini masih dipertahankan?. Sehingga dalam hal ini diperlukan suatu wadah hukum yang bisa mengawasi dan membersamai praktik apoteker. RUU praktik apoteker sangat penting dan ditunggu-tunggu, karena merupakan payung hukum yang memuat aturan praktik kefarmasian dalam menaungi posisi


praktek keprofesian apoteker di tempat kerja. Adanya payung hukum yang kuat maka dapat memberikan jaminan dalam bekerja. Tidak sedikit kasus yang terjadi pada praktik apoteker.al ini menjadi salah satu dampak minimnya perlindungan hukum bagi apoteker. Saat ini sudah terdapat undang-undang yang mengatur tentang tenaga kesehatan yaitu UU 36 tahun 2009. Namun peraturan tersebut tidak dapat digunakan untuk melindungi kegiatan praktik apoteker secara berkelanjutan karena UU tersebut hanya mengatur secara umum untuk tenaga kesehatan, tidak hanya praktik apoteker.

 

Baru-baru ini, terdapat kabar mengejutkan mengenai diangkatnya dr. Artrien Adhiputri, Sp.P., M.Biomed sebagai Kepala Instalasi Farmasi di RSUD dr. Moewardi Surakarta. Komentar-komentar masyarakat pun mulai bermunculan, ‘Bagaimana bisa Kepala Instalasi Farmasi bukanlah seorang apoteker melainkan seorang dokter?’. Seharusnya suatu Instalasi Farmasi dikepalai oleh seorang apoteker seperti yang telah diatur pada Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Pada pasal 6 ayat 3 menyebutkan bahwasannya Instalasi Farmasi dipimpin oleh seorang apoteker sebagai penanggung jawab. Selain itu, PP 51 pasal 51 ayat 1 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian juga menegaskan bahwasannya pelayanan kefarmasian di apotek, puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit hanya dapat dilakukan oleh Apoteker. Dengan kedua pasal tersebut secara jelas mengatakan bahwasannya Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit seharusnya adalah seorang Apoteker. Sehingga apa yang ditetapkan RSUD dr. Moewardi telah menyalahi peraturan yang ada. Hingga akhirnya dilakukan audiensi PD IAI dan HISFARSI Jawa Tengah dengan Perwakilan dari RSUD dr. Moewardi pada 3 Agustus 2022 untuk membahas terkait pemberitaan yang muncul. Dari audiensi tersebut, diperoleh kesepakatan sebagai berikut :

1.      IAI akan menyampaikan hasil konsolidasi dan penjelasan yang disampaikan dr Harsini, SpP (Kabid Pelayanan Penunjang) kepada anggota IAI, dengan tujuan memberikan informasi yang benar dan sesungguhnya.

2.      RSUD dr Moewardi/dr Harsini, SpP akan merevisi nomenklatur tentang SDM non apoteker sebagai Ka.InsFRS dr Moewardi dan akan menyampaikan informasi revisi tersebut melalui akun IG @rsud.moewardi.

3.      Ka IFRS dr Moewardi akan direvisi dan dikembalikan ke apt Dra Wahyu Sedjatiningsih, M.Sc., tanpa mengurangi kewenangan, kompetensi dan tupoksinya sebagaimana kewajiban dan tanggung jawab Ka IFRS sesuai regulasi yang ada.

Dengan berhasilnya audiensi tersebut, maka Jabatan Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit (Ka IFRS) RSUD dr Moewardi Surakarta dikembalikan kepada apt Dra Wahyu Sedjatiningsih. Walaupun masalah ini telah terselesaikan, namun jika mengingat kembali rasanya sangat miris. Ditakutkan di kemudian hari akan terjadi kasus-kasus serupa di Rumah Sakit lain atau mungkin dapat lebih parah dari ini. Sehingga, penting sekali adanya undang-undang yang kuat dan dapat dijadikan sebagai payung hukum bagi Apoteker agar nantinya tidak ada lagi yang bertindak semena-mena terhadap profesi Apoteker.

 

Keberhasilan RUU Praktik Apoteker tentunya tidak lepas dari peran mahasiswa. Namun, masih banyak pula mahasiswa yang belum mengetahui bahkan bahkan tidak peduli terhadap perkembangan RUU Praktik Apoteker itu sendiri. Ketika seorang mahasiswa


farmasi saja tidak ikut andil dalam mengawal dan memperjuangkan RUU Praktik Apoteker, lantas siapa lagi? . Oleh karenanya, kita sebagai mahasiswa farmasi yang mengetahui akan pentingnya RUU tersebut harus bisa membawa dampak positif kepada lingkungan kita dan memberi pengetahuan bahwasannya RUU ini sangat penting bagi perkembangan dunia farmasi.

 

Dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwasannya RUU Praktik Apoteker membahas terkait ruang lingkup apoteker. RUU praktek apoteker ini resmi menggantikan RUU Kefarmasian. Penggantian tersebut dibutuhkan untuk memaknai arti kefarmasian maupun apoteker itu sendiri. Dengan munculnya berbagai isu terkait apoteker yang ada, tentunya membuat penting sekali disahkannya RUU Praktik Apoteker. Sebagai mahasiswa kita juga harus berperan aktif dalam mengusung RUU tersebut untuk segera disahkan agar dimasa mendatang praktik apoteker memiliki jaminan hukum yang lebih kuat dan spesifik dalam menjalankan tugasnya.

 

 

Daftar Pustaka

 

Djusnir,     Mufti.     2021.     “Urgensi     RUU     Farmasi     dan     Praktik     Keapotekeran”. https://akurat.co/mufti-djusnir-beberkan-urgensi-ruu-farmasi-dan-praktik-keapotekeran diakses pada 25 Juli 2022.

Farmasetika.com. 2022. “Audiensi Berhasil, Kepala Instalasi Farmasi RSUD Moewardi Kembali Dijabat Apoteker”

https://farmasetika.com/2022/08/04/audiensi-berhasil-kepala-instalasi-farmasi-rsud-mo ewardi-kembali-dijabat-apoteker/#:~:text=Majalah%20Farmasetika%20%2D%20Direk tur%20Rumah%20Sakit,Biomed%20sebagai%20Kepala%20Instalasi%20Farmasi. diakses pada 6 Agustus 2022.

Farmasetika.com. 2022. “Direktur RSUD Moewardi Angkat Seorang Dokter Sebagai Kepala Instalasi Farmasi”

https://farmasetika.com/2022/08/03/direktur-rsud-moewardi-angkat-seorang-dokter-seb agai-kepala-instalasi-farmasi/ diakses pada 6 Agustus 2022.

Republik Indonesia. 2009. “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan” https://infeksiemerging.kemkes.go.id/download/UU_36_2009_Kesehatan.pdf diakses pada 25 Juli 2022.

Republik Indonesia. 2011. “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Kesehatan”

https://bphn.go.id/data/documents/11uu012.pdf diakses pada 25 Juli 2022.

Republik Indonesia. 2011. “Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian”

https://persi.or.id/wp-content/uploads/2020/11/pp512009.pdf diakses pada 25 Juli 2022. Republik Indonesia. 2016. “Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016 tentang

Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit”


https://peraturan.bpk.go.id/Home/Download/105431/Permenkes%20Nomor%2072%20 Tahun%202016.pdf diakses pada 6 Agustus 2022.

Yasran,   Kasiyanto.    2021. “Urgensi UU Farmasi dan Praktik Keapotekeran dalam Perlindungan Praktek Peracikan di Apotek”.

https://wartajakarta.com/urgensi-uu-farmasi-dan-praktik-keapotekeran-dalam-perlindun gan-praktik-peracikan-di-apotek/ diakses pada 25 Juli 2022.

Yasran, Kasiyanto. 2022. “RUU Praktik Kefarmasian Resmi Diganti Jadi RUU Praktik Apoteker”

https://wartajakarta.com/ruu-praktik-kefarmasian-resmi-diganti-jadi-ruu-praktik-apotek er/ diakses pada 25 Juli 2022.

110 +
Average Pageviews Everyday
3400 +
Pageviews Last Month
32000 +
Total Pageviews Everytime

Ur Feedback

BEMF Farmasi UMS

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta adalah sebuah lembaga eksekutif dalam menjalankan miniatur government yang berkemajuan, menjadi motor dari perubahan civitas akademika dan inspirasi bagi masyarakat.

Lt.1 Fakultas Farmasi UMS

Jl. Achmad Yani - Tromol Pos I Pabelan Kartosuro Sukoharjo

SOLOTOPRO

Solidaritas, Loyalitas, Totalitas, Profesionalitas

Email

solotopro[at]gmail.com

ipt>