Wednesday, December 2, 2020

UU CIPTAKER, SAH! APA KABAR APOTEKER INDONESIA?



UU CIPTAKER, SAH! APA KABAR APOTEKER INDONESIA?

Magang dan Biro Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa Kabinet Diploria , Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Farmasi , Universitas Muhammadiyah Surakarta


    Omnibus Law adalah sebuah konsep yang menggabungkan secara resmi (amandemen) beberapa peraturan perundang-undangan menjadi satu bentuk undang-undang baru. Ini dilakukan untuk mengatasi tumpang tindih regulasi dan memangkas masalah dalam birokrasi, yang dinilai menghambat pelaksanaan dari kebijakan yang diperlukan. Jadi, UU Omnibus Law Cipta Kerja artinya UU baru yang menggabungkan regulasi dan memangkas beberapa pasal dari undang-undang sebelumnya termasuk pasal tentang ketenagakerjaan menjadi peraturan perundang-undangan yang lebih sederhana. Dengan adanya UU Omnibus Law Cipta Kerja ini, maka UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) tidak berlaku lagi. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian, Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Apoteker merupakan sebutan bagi profesi farmasi di Indonesia. Untuk menjadi apoteker, seseorang harus lulus sarjana (S1) program farmasi (per Oktober 2019 ada 264 program studi S1 Farmasi di Indonesia), ditambah dua semester pendidikan profesi apoteker dan mengucapkan sumpah profesi sebagai apoteker. Mereka baru bisa masuk ke dunia profesi apoteker setelah dinyatakan lulus dari Ujian Kompetensi Apoteker Indonesia (UKAI) yang diselenggarakan oleh Panitia Nasional UKAI.

 

    Saat ini, ada sekitar 80.000 apoteker di Indonesia yang bekerja dalam berbagai bidang pekerjaan kefarmasian meliputi produksi, distribusi, dan pelayanan obat dan obat tradisional. Di industri farmasi, apoteker umumnya bekerja dalam pengendalian mutu, pemastian mutu, dan produksi obat. Peran apoteker juga sangat dibutuhkan dalam penelitian dan pengembangan (R&D), seiring dengan ditemukannya obat-obatan baru bagi berbagai penyakit. Apoteker memiliki peran penting dalam bidang kesehatan, khususnya melayani masyarakat dibidang kefarmasian. Dalam bidang kesehatan, apoteker bekerja sama dengan dokter atau bidan untuk meracik atau menyiapkan obat kepada pasien. Tanpa apoteker masyarakat pun tidak bisa mendapatkan obat. Tentunya, peran apoteker tidak sekedar mendapat resep dari dokter kemudian meracik obatnya kemudian diberikan kepada pasien, berikut peran apoteker menurut WHO :

● “A Care Giver”

Apoteker memiliki tugas yakni selain harus mampu menyediakan pelayanan kefarmasian juga harus dapat memberikan perhatian terhadap kondisi pasiennya. Untuk hal itu maka seorang apoteker wajib memiliki keterampilan yang baik dalam berinteraksi dengan pasien dan dengan tenaga kesehatan lainnya.

● “A Decision Maker”

Apoteker dengan berbekal keilmuan farmasi yang dimilikinya harus mampu mengambil keputusan yang bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Apoteker juga harus mampu untuk mengevaluasi setiap keputusan yang telah ia ambil demi kesehatan masyarakat.

● “A Life-long-learner”

Sebagai seorang profesional, apoteker harus tetap belajar dan berupaya untuk meningkatkan ilmu pengetahuannya di bidang farmasi ataupun dibidang kesehatan umum lainnya. Dengan keinginannya untuk terus belajar diharapkan hal ini dapat meningkatkan kemampuan dalam memberikan pelayanan dan pengabdian kefarmasian sesuai perkembangan.

● “A Teacher”

Apoteker selain menyediakan layanan farmasi juga penting baginya untuk memberikan edukasi  pada masyarakat, semisal melalui penyuluhan atau ketika ia sedang praktek di apotek.

● “A Communicator”

Apoteker berada di posisi antara dokter dan pasiennya. Oleh karena itu apoteker harus memiliki pengetahuan yang cukup serta rasa percaya diri yang tinggi ketika berinteraksi dengan tenaga profesional kesehatan lain serta saat berkomunikasi dengan masyarakat umum.   


    Pada Senin, 5 Oktober 2020 kemarin Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja telah resmi menjadi Undang-Undang yang disahkan oleh DPR-RI. Namun, mendapat respon yang tidak baik dari kalangan masyarakat sehingga terjadi aksi di beberapa daerah untuk menolak UU Cipta Kerjai. Terdapat salah satu pasal yang meresahkan di kalangan mahasiswa farmasi dan apoteker, yaitu pada pasal 112 angka 2 pasal 4A Ayat (3) huruf a yang berbunyi :

Ayat (3) Huruf a

Jasa pelayanan kesehatan medis meliputi:

1. jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi;

2. jasa dokter hewan;

3. jasa ahli kesehatan seperti ahli akupuntur, ahli gigi, ahli gizi, dan ahli fisioterapi;

4. jasa kebidanan dan dukun bayi;

5. jasa paramedis dan perawat;

6. jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan sanatorium;

7. jasa psikolog dan psikiater; dan

8. jasa pengobatan alternatif, termasuk yang dilakukan oleh paranormal.

Dalam PP No. 51 Th 2005, disebutkan bahwa :

(1) Pelayanan Kefarmasian di Apotek, puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit hanya dapat dilakukan oleh Apoteker.

(2) Apoteker sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki STRA.

(3) Dalam melaksanakan tugas Pelayanan Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Apoteker dapat dibantu oleh Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK.


    Menteri Kesehatan (Menkes), Terawan Agus Putranto, pada 14 Januari 2020 mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes/PMK) nomor 3 tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Menkes menganggap PMK No 30 Tahun 2019 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit perlu disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan hukum. Ada perubahan penting terkait pelayanan kefarmasian yang dilakukan oleh Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.

Pasal 7 ayat 2 :

Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Rumah Sakit

umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling

sedikit terdiri atas:

a. pelayanan medik umum;

b. pelayanan medik spesialis; dan

c. pelayanan medik subspesialis. 


    Jika kita hubungkan dengan Pasal 10 yang menyatakan "Pelayanan non medik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c terdiri atas pelayanan farmasi, pelayanan laundry/binatu, pengolahan makanan/gizi, pemeliharaan sarana prasarana dan alat kesehatan, informasi dan komunikasi, pemulasaran jenazah, dan pelayanan non medis lainnya." Maka menurut PMK No. 3 tahun 2020 ini menyatakan bahwasannya pelayanan farmasi ditempatkan dibawah pelayanan non medik dan pelayanan Farmasi Klinis tidak termasuk pelayanan kefarmasian yang sebelumnya pada PMK No. 56 tahun 2014 masih menempatkan pelayanan farmasi klinis sebagai pelayanan kefarmasian. Munculnya PMK No. 3 tahun 2020 tentang klasifikasi dan perizinan rumah sakit menimbulkan kekhawatiran akan keselamatan pasien akibat tidak dikenalnya pelayanan kefarmasian sebagai suatu pelayanan tersendiri dan hilangnya pelayanan farmasi klinis.


    Berkaca dari fakta yang ada, apoteker memegang peran penting dalam memberikan pelayanan kefarmasian kepada pasien sehingga proses pengobatan akan lebih terkontrol dengan baik. Namun, di Indonesia apoteker masih belum memiliki kekuatan hukum yang kuat seperti Undang-undang (UU), ditambah lagi dengan adanya regulasi baru yang dirasa melemahkan kinerja profesi apoteker sehingga ruang gerak apoteker dalam melakukan kinerjanya terbatas. 


Daftar Pustaka :

hukor.kemkes.go.id. 2020. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Klarifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. http://hukor.kemkes.go.id/hukor Diakses pada 15 Oktober 2020.

 

kumparan.com. 2018. Peran Apoteker Pada Pelayanan Kesehatan di Apotekhttps://kumparan.com/apotek-indonesia/peran-apoteker-pada-pelayanan-kesehatan-di-apotek/ Diakses pada 14 Oktober 2020.

 

Pemerintah Indonesia. 2009. Undang-Undang No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Lembaran RI Tahun 2009 No. 51. Jakarta: Sekretariat Negara.

 

talenta.co. 2020. Poin-Poin UU Omnibus Law Cipta Kerja yang Disahkanhttps://www.talenta.co/blog/insight-talenta/poin-poin-uu-omnibus-law-cipta-kerja-yang-disahkan/  Diakses pada 14 Oktober 2020.

0 Response:

Ur Feedback

BEMF Farmasi UMS

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta adalah sebuah lembaga eksekutif dalam menjalankan miniatur government yang berkemajuan, menjadi motor dari perubahan civitas akademika dan inspirasi bagi masyarakat.

Lt.1 Fakultas Farmasi UMS

Jl. Achmad Yani - Tromol Pos I Pabelan Kartosuro Sukoharjo

SOLOTOPRO

Solidaritas, Loyalitas, Totalitas, Profesionalitas

Email

solotopro[at]gmail.com