Sunday, December 6, 2020
Wednesday, December 2, 2020
IDENTITAS BARU APOTEKER INDONESIA DENGAN SPESIALISASI APOTEKER
IDENTITAS BARU APOTEKER INDONESIA DENGAN SPESIALISASI APOTEKER
Magang dan Biro Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa Kabinet Diploria , Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Farmasi , Universitas Muhammadiyah Surakarta
Spesialis apoteker adalah sebuah usaha untuk mengkhususkan keterampilan apoteker agar nantinya apoteker dapat secara ahli dan kompeten dalam satu bidang yang lebih sempit. Apoteker spesialis tersusun dari dua kata yaitu apoteker dan spesialis. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, apoteker memiliki arti orang yang ahli dalam ilmu obat-obatan atau orang yang berwenang untuk membuat obat untuk dijual. Sedangkan spesialis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti orang yang ahli dalam suatu cabang ilmu atau keterampilan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa apoteker spesialis merupakan seorang yang ahli dalam ranah obat-obatan, yang memiliki fokus pada suatu bidang tertentu seperti onkologi atau penyakit-penyakit lainnya.
Dalam memberikan pelayanan, apoteker kerap berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain seperti dokter, perawat, atau ahli gizi agar pengobatan yang diberikan aman dan efektif bagi pasien. Profesi apoteker memiliki peran yang penting dalam dunia kesehatan yaitu sebagai pengelola ketersediaan dan penggunaan obat mulai dari dosis hingga efek samping bagi pasien yang menggunakannya. Selain itu, apoteker juga berperan dalam pemberian konseling pada pasien dalam rangka mengedukasi pasien mengenai prinsip penggunaan suatu obat. Terlebih lagi, pada beberapa negara di dunia, yang berperan dalam merekomendasikan obat bukanlah dokter melainkan apoteker spesialis dalam farmasi klinik. Apoteker juga mengawasi obat yang beredar di pasar melalui audit rutin, pengujian sampel, dan monitoring efek samping obat dan obat tradisional. Apoteker juga berperan dalam mengawasi penggunaan narkotika dan psikotropika. Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) tahun 2007 menyimpulkan bahwa kesalahan dalam pemberian obat menduduki urutan pertama yaitu berkisar 24,8% dari insiden yang dilaporkan. Kondisi ini menjadi perhatian khusus untuk profesi apoteker karena keberhasilan suatu medikasi adalah tanggung jawab seorang apoteker.Di lain kondisi, apoteker dituntut serba tahu dan kompeten di semua jenis penyakit.
Namun, signifikansi peran apoteker di Indonesia seringkali masih dipandang sebelah mata. Menurut Prof. Dr. Zullies Ikawati, Apt., salah satu alasan mengapa profesi apoteker dipandang tidak semestinya ialah karena kondisi kerja apoteker yang tidak mensyaratkan spesialisasi apoteker. Contohnya, tidak hanya apoteker klinis saja yang boleh melamar ke-RS, dan begitu pula sebaliknya, tidak hanya apoteker industri saja yang boleh melamar ke industri farmasi. Tidak menutup kemungkinan bahwa hal ini terjadi karena spesialisasi apoteker belum dijadikan syarat dalam perekrutan tenaga kerja kefarmasian di Indonesia. Tentunya hal ini membuat kinerja apoteker di bidangnya kurang maksimal karena ilmu yang dipelajarinya tidak sepenuhnya teraplikasikan dalam profesinya. Selain itu, penerapan program apoteker spesialis di Indonesia ini nyatanya harus terhambat oleh beberapa kendala. Kendala-kendala tersebut diantaranya :
1) persebaran apoteker yang tidak merata di Indonesia ( ditemukan banyak puskesmas tidak memiliki apoteker)
2) kurangnya kualitas pendidikan farmasi di Indonesia (masih adanya 56% prodi S1 farmasi yang belum terakreditasi)
3) Tenaga kerja farmasi belum memiliki payung hukum yang konkret sehingga tidak ada kejelasan regulasi.
4) Kurikulum pendidikan farmasi yang belum merata di Indonesia
5) Belum adanya tenaga pengajar dan fasilitas penunjang yang memadai untuk diadakannya spesialis apoteker.
Untuk tahap pertama, kandidat menjalani seleksi. Mereka juga harus melakukan internship dan dinyatakan lulus penilaian RPL tahap I. Untuk dapat disahkan sebagai apoteker spesialis farmasi nuklir, kandidat harus memiliki pengalaman praktek di fasilitas kedokteran nuklir, memiliki publikasi ilmiah, pendidikan pelatihan dan pengembangan diri. Mereka juga dinilai dalam hal kepemimpinan, hubungan kerja kolaboratif dan manajemen. Setelah itu, dilakukan proses RPL tahap 2 dan wawancara tahap berikutnya untuk dapat disahkan sebagai apoteker spesialis radio farmasi. Adapun manfaat dari spesialisasi apoteker :
- Menyadarkan masyarakat akan pentingnya peran apoteker
- Menambah kepercayaan masyarakat terhadap profesi apoteker
- Meningkatkan derajat profesi apoteker agar lebih dikenal masyarakat
- Lebih meningkatkan pengetahuan seorang apoteker karena ilmu yang dipelajari lebih spesifik.
- Mendukung terealisasinya interprofesional di bidang kesehatan.
- Meminimalisir kesalahan (medication error) dalam terapi
- Meningkatkan pelayanan kefarmasian
- Meningkatkan keberhasilan terapi
- Sebagai sarana untuk menjaga dan meningkatkan kompetensi apoteker dengan menghadirkan praktisi profesional serta regulator
Apoteker memiliki peran penting dalam dunia kesehatan, yaitu memberikan konseling kepada pasien dan masyarakat terkait penggunaan obat yang benar, mengoptimalisasi penggunaan sediaan farmasi, memberikan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan, mengawasi obat yang beredar di pasar melalui audit rutin, pengujian sampel, dan monitoring efek samping obat, mengawasi penggunaan narkotika dan psikotropika, serta mengevaluasi obat meliputi obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik, dan pangan. Di luar negeri perkembangan farmasi klinik sudah sangat maju. Di sana, dokter yang mendiagnosa penyakit, sementara apoteker spesialis dari farmasi klinik yang akan merekomendasikan obatnya. Sistem spesialiasi apoteker yang ada di Amerika Serikat yang sebelumnya sudah mengenal 8 jenis spesialisasi apoteker yakni ambu latory care, critical care, nu clear pharmacy, nutrition support pharmacy, oncology, pediatric, pharmaco teraphy dan psychiatric pharmacy. Sedangkan di Singapura sendiri mengenal 5 apoteker spesialis yaitu advanced pharmacotherapy (dengan spesialisasi di bidang infeksi, geriatri, kardiologi dan psikiatri) dan apoteker spesialis onkologi.
Spesialisasi apoteker yang dicanangkan yaitu mengenai spesialisasi apoteker radio farmasi memang penting adanya namun mengingat jumlah PSPA di indonesia yang masih sedikit dan juga masih sedikit akreditasi fakultas farmasi yang tergolong baik dan sangat baik. Mengingat hal itu alangkah lebih baiknya membenah diri terlebih dahulu mengenai program profesi apoteker dan sarjana farmasi yang baik.
Daftar Pustaka
Devi, Olivia Chyntia. 2017. Apoteker spesialis: Apakah diperlukan?.
https://today.mims.com/apoteker-spesialis--apakah-diperlukan- Diakses pada 16 Oktober 2020.
Ika. 2018. Penting, Peran Apoteker dalam Dunia Kesehatan. https://www.ugm.ac.id/id/berita/16180-penting-peran-apoteker-dalam-pelayanan-kesehatan Diakses pada 17 Oktober 2020.
Penyelenggaraan Sistem Elektronik Farmasi (PSEF) terhadap Kesejahteraan Apoteker di Indonesia dalam Menghadapi Era New Normal
Penyelenggaraan Sistem Elektronik Farmasi (PSEF) terhadap Kesejahteraan Apoteker di Indonesia dalam Menghadapi Era New Normal
Biro Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa Kabinet Diploria , Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Farmasi , Universitas Muhammadiyah Surakarta
Divisi Kaderisasi dan Kajian Strategis , Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma
2020
Pandemi akibat Coronavirus Disease (COVID-19) mengubah segala tatanan kehidupan masyarakat dunia. Kebijakan kesehatan dibuat untuk menangani persebaran virus yang semakin luas. Hal ini tentu saja mempengaruhi proses pelayanan kesehatan termasuk pemberian asuhan kefarmarmasian yang terkendala pada terbatasnya interaksi kepada pasien. Proses pelayanan kesehatan mau tidak mau harus tetap terlaksana demi meningkatkan kualitas hidup pasien sekaligus mencegah terjadinya persebaran infeksi COVID-19. Oleh karena itu, sebagai alternatif, diadakan lah pelayan elektronik farmasi (e-farmasi). E-farmasi bukan sesuatu hal yang baru bagi dunia kefarmasian di Indonesia. Pelayanan ini dipilih karena dapat meningkatkan aksesibilitas, keterjangkauan, dan kualitas pelayanan kefarmasian kepada masyarakat serta menata penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di apotek memanfaatkan sistem elektronik.
Penyelenggaraan e-farmasi dinilai memiliki banyak keuntungan seperti efisiensi tenaga dan waktu, pelayanan cepat dan praktis, dan melindungi privasi pasien. Namun, beberapa kendala yang dihadapi antara lain, ada sediaan kefarmasian yang beresiko jika dijual untuk umum dapat dibeli dengan mudah, konseling obat yang seharusnya dilakukan oleh apoteker tidak dapat dijalankan dengan baik, tidak dapat diketahui resep yang digunakan asli atau tidak, keaslian data resep dapat diragukan, kestabilan dari sediaan obat akan terganggu, terbatasnya akses terutama daerah pedesaan.
Penyelenggara | Perizinan | Resep |
- Apotek yang memiliki izin - Penyelenggaraan adalah PSE E-farmasi | - PSE E- Farmasi harus memiliki izin dari Menteri Kesehatan - PSE harus terdaftar pada Menkominfo Revisi ke-2 | - Resep yang dapat dilayani adalah Resep elektronik dan Resep non elektronik yang dapat diverifikasi - Resep yang tidak dapat dilayani adalah resep yang tidak bisa diverifikasi dokter penulis resepnya dan menunjukkan indikasi potensi adanya penyalahgunaan obat - Resep harus disimpan setidaknya 5 tahun untuk menjaga kerahasiaan data pasien dan penelusuran riwayat pengobatan |
Informasi obat | Produk | Jasa Antar | Pembinaan pengawas |
- Pemberian informasi Obat dilakukan sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian di Apotek - Informasi obat dapat disampaikan secara tertulis dengan disertai dengan tanda tangan Apoteker, atau dengan video call, telpon, atau alat elektronik lain yang dapat dipastikan integritasnya | - Sedian Farmasi: Obat, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik - Obat termasuk obat bebas dan obat keras dengan resep dokter. - PKRT dan Alat Kesehatan yang diperbolehkan di apotek
| - Pengantaran dapat dilakukan oleh jasa pengantaran yang merupakan bagian dari apotek maupun pihak ketiga penyedia jasa antaran yang memiliki perjanjian kerjasama dengan apotek dan PSE e-Farmasi | - Pembinaan dan pengawasan dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kab/ Kota. - Kementerian Kesehatan memiliki sistem yang memungkinkan pemantauan terhadap Apotek yang tergabung dalam e-farmasi - Terkait pengawasan sediaan farmasi dilakukan oleh Badan POM. |
Salah satu negara yang menerapkan PSEF adalah Jerman. Tidak seperti di Indonesia, obat resep dan obat resep OTC hanya dapat dibeli di apotek dan tidak dapat dijual secara gratis, kecuali untuk toko suplemen makanan yang diatur oleh pemerintah federal. Oleh karena itu, pengobatan sepenuhnya dikontrol oleh apoteker. Uniknya, semua apotek di Jerman dimiliki oleh apoteker. Lisensi Apoteker atau STRA (Surat Tanda Registrasi Apoteker) berlaku seumur hidup, tanpa lisensi ini, Anda tidak berwenang mengelola apotek. Oleh karena itu, mereka yang memiliki program apotek online di Jerman adalah apoteker atau toko suplemen makanan yang ditunjuk pemerintah. Berikut aturan untuk apotek online dan sistem penghantaran obatnya :
1. Pengiriman akan dilakukan dari apotek komunitas selain dari apotek konvensional dan berdasarkan peraturan yang berlaku.
2. Sistem penjaminan mutu harus memastikan bahwa
a. Produk obat untuk dikirim dikemas, diangkut dan dikirim sedemikian rupa untuk menjaga kualitas dan khasiat;
b. Pengiriman produk farmasi dikirimkan ke individu yang ditunjukkan ke apotek oleh individu menempatkan pesanan. Penunjukan ini mungkin melibatkan pengiriman ke individu yang ditunjuk oleh nama atau kelompok yang ditunjuk individu.
c. Pasien diberitahu tentang perlunya menghubungi dokter yang merawat, jika terjadi masalah saat menggunakan obat; dan
d. Konsultasi melalui apoteker akan diberikan dalam bahasa Jerman.
3. Hal ini harus memastikan bahwa
a. Apotek yang memerintahkan pengiriman dalam waktu dua hari kerja setelah menerima pesanan, jika produk obat tersedia selama waktu itu, kecuali pengaturan yang berbeda dibuat dengan individu yang memerintahkan Apotek; jika itu menjadi jelas bahwa apotek memerintahkan tidak dapat dikirimkan dalam jangka waktu yang ditentukan dalam ayat 1, individu yang menempatkan pesanan harus diberitahukan dengan benar.
b. Semua obat-obatan pengantaran, sesuai aturan the German Drugs Act ;
c. Bahwa, dalam hal risiko dilaporkan untuk obat-obatan, sistem yang tepat untuk pelanggan melaporkan risiko tersebut, untuk menginformasikan kepada pelanggan dari risiko tersebut dan untuk melaksanakan penanggulangan internal di tempat;
d. Pengiriman kedua tidak dikenakan biaya
e. Memiliki sebuah sistem untuk pelacakan pengiriman
f. Asuransi Transportasi
Terdapat beberapa aplikasi yang menyediakan layanan Apotek Online yaitu : Go Apotik, Apotik Online Medicastore, Aplikasi Apotek Online – KALCare, K24KLIK – Beli obat, konsultasi, panggil dokter, Kimia Farma Mobile – Aplikasi apotek online, PharmaNet B2B, NJA Online. Tentunya penerapan PSEF perlu bercermin pada negara-negara yang telah melaksanakan PSEF dengan baik.
Dengan semakin berkembang pesatnya kemajuan teknologi tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan teknologi ini akan bermanfaat positif tetapi tidak tidak dipungkiri juga membawa dampak negatif yang sangat besar apabila kemajuan teknologi tersebut disalahgunakan atau tidak adanya aturan yang jelas dan pasti. Mengenai PSEF ini tentu kita tidak bisa menentang 100% kebijakan ini karena bagaimanapun juga dengan pesatnya teknologi hal ini pasti akan terjadi yang perlu kita garis bawahi adalah mengenai aturan dan regulasi yang ketat dan jelas mengenai PSEF ini sehingga tidak ada pihak yang dirugikan terutama apoteker dan masyarakat dengan adanya kebijakan ini atau malah meningkatkan kriminalitas yang ada.
Sumber :
BEM FF UMS.2019. E-Farmasi Sudah Terbit Aja ,Nih? Apa Sih Itu? https://bem.farmasi.ums.ac.id/2019/12/e-farmasi-sudah-terbit-psef-aja-nih apa_1.html . Diakses pada Tanggal 30 November 2020.
Farmasetika.2020.Regulasi Apotek Online dan Antar Obat di Jerman MengedepankanPerananApoteker.https://farmasetika.com/2016/10/16/regula si-apotek-online dan-antar-obat-di-jerman-mengedepankan-peranan apoteker/. Diakses Pada Tanggal 30 November 2020.
UU CIPTAKER, SAH! APA KABAR APOTEKER INDONESIA?
UU CIPTAKER, SAH! APA KABAR APOTEKER INDONESIA?
Magang dan Biro Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa Kabinet Diploria , Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Farmasi , Universitas Muhammadiyah Surakarta
Omnibus Law adalah sebuah konsep yang menggabungkan secara resmi (amandemen) beberapa peraturan perundang-undangan menjadi satu bentuk undang-undang baru. Ini dilakukan untuk mengatasi tumpang tindih regulasi dan memangkas masalah dalam birokrasi, yang dinilai menghambat pelaksanaan dari kebijakan yang diperlukan. Jadi, UU Omnibus Law Cipta Kerja artinya UU baru yang menggabungkan regulasi dan memangkas beberapa pasal dari undang-undang sebelumnya termasuk pasal tentang ketenagakerjaan menjadi peraturan perundang-undangan yang lebih sederhana. Dengan adanya UU Omnibus Law Cipta Kerja ini, maka UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) tidak berlaku lagi. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian, Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Apoteker merupakan sebutan bagi profesi farmasi di Indonesia. Untuk menjadi apoteker, seseorang harus lulus sarjana (S1) program farmasi (per Oktober 2019 ada 264 program studi S1 Farmasi di Indonesia), ditambah dua semester pendidikan profesi apoteker dan mengucapkan sumpah profesi sebagai apoteker. Mereka baru bisa masuk ke dunia profesi apoteker setelah dinyatakan lulus dari Ujian Kompetensi Apoteker Indonesia (UKAI) yang diselenggarakan oleh Panitia Nasional UKAI.
Saat ini, ada sekitar 80.000 apoteker di Indonesia yang bekerja dalam berbagai bidang pekerjaan kefarmasian meliputi produksi, distribusi, dan pelayanan obat dan obat tradisional. Di industri farmasi, apoteker umumnya bekerja dalam pengendalian mutu, pemastian mutu, dan produksi obat. Peran apoteker juga sangat dibutuhkan dalam penelitian dan pengembangan (R&D), seiring dengan ditemukannya obat-obatan baru bagi berbagai penyakit. Apoteker memiliki peran penting dalam bidang kesehatan, khususnya melayani masyarakat dibidang kefarmasian. Dalam bidang kesehatan, apoteker bekerja sama dengan dokter atau bidan untuk meracik atau menyiapkan obat kepada pasien. Tanpa apoteker masyarakat pun tidak bisa mendapatkan obat. Tentunya, peran apoteker tidak sekedar mendapat resep dari dokter kemudian meracik obatnya kemudian diberikan kepada pasien, berikut peran apoteker menurut WHO :
● “A Care Giver”
Apoteker memiliki tugas yakni selain harus mampu menyediakan pelayanan kefarmasian juga harus dapat memberikan perhatian terhadap kondisi pasiennya. Untuk hal itu maka seorang apoteker wajib memiliki keterampilan yang baik dalam berinteraksi dengan pasien dan dengan tenaga kesehatan lainnya.
● “A Decision Maker”
Apoteker dengan berbekal keilmuan farmasi yang dimilikinya harus mampu mengambil keputusan yang bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Apoteker juga harus mampu untuk mengevaluasi setiap keputusan yang telah ia ambil demi kesehatan masyarakat.
● “A Life-long-learner”
Sebagai seorang profesional, apoteker harus tetap belajar dan berupaya untuk meningkatkan ilmu pengetahuannya di bidang farmasi ataupun dibidang kesehatan umum lainnya. Dengan keinginannya untuk terus belajar diharapkan hal ini dapat meningkatkan kemampuan dalam memberikan pelayanan dan pengabdian kefarmasian sesuai perkembangan.
● “A Teacher”
Apoteker selain menyediakan layanan farmasi juga penting baginya untuk memberikan edukasi pada masyarakat, semisal melalui penyuluhan atau ketika ia sedang praktek di apotek.
● “A Communicator”
Apoteker berada di posisi antara dokter dan pasiennya. Oleh karena itu apoteker harus memiliki pengetahuan yang cukup serta rasa percaya diri yang tinggi ketika berinteraksi dengan tenaga profesional kesehatan lain serta saat berkomunikasi dengan masyarakat umum.
Pada Senin, 5 Oktober 2020 kemarin Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja telah resmi menjadi Undang-Undang yang disahkan oleh DPR-RI. Namun, mendapat respon yang tidak baik dari kalangan masyarakat sehingga terjadi aksi di beberapa daerah untuk menolak UU Cipta Kerjai. Terdapat salah satu pasal yang meresahkan di kalangan mahasiswa farmasi dan apoteker, yaitu pada pasal 112 angka 2 pasal 4A Ayat (3) huruf a yang berbunyi :
Ayat (3) Huruf a
Jasa pelayanan kesehatan medis meliputi:
1. jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi;
2. jasa dokter hewan;
3. jasa ahli kesehatan seperti ahli akupuntur, ahli gigi, ahli gizi, dan ahli fisioterapi;
4. jasa kebidanan dan dukun bayi;
5. jasa paramedis dan perawat;
6. jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan sanatorium;
7. jasa psikolog dan psikiater; dan
8. jasa pengobatan alternatif, termasuk yang dilakukan oleh paranormal.
Dalam PP No. 51 Th 2005, disebutkan bahwa :
(1) Pelayanan Kefarmasian di Apotek, puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit hanya dapat dilakukan oleh Apoteker.
(2) Apoteker sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki STRA.
(3) Dalam melaksanakan tugas Pelayanan Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Apoteker dapat dibantu oleh Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK.
Menteri Kesehatan (Menkes), Terawan Agus Putranto, pada 14 Januari 2020 mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes/PMK) nomor 3 tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Menkes menganggap PMK No 30 Tahun 2019 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit perlu disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan hukum. Ada perubahan penting terkait pelayanan kefarmasian yang dilakukan oleh Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
Pasal 7 ayat 2 :
Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Rumah Sakit
umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
sedikit terdiri atas:
a. pelayanan medik umum;
b. pelayanan medik spesialis; dan
c. pelayanan medik subspesialis.
Jika kita hubungkan dengan Pasal 10 yang menyatakan "Pelayanan non medik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c terdiri atas pelayanan farmasi, pelayanan laundry/binatu, pengolahan makanan/gizi, pemeliharaan sarana prasarana dan alat kesehatan, informasi dan komunikasi, pemulasaran jenazah, dan pelayanan non medis lainnya." Maka menurut PMK No. 3 tahun 2020 ini menyatakan bahwasannya pelayanan farmasi ditempatkan dibawah pelayanan non medik dan pelayanan Farmasi Klinis tidak termasuk pelayanan kefarmasian yang sebelumnya pada PMK No. 56 tahun 2014 masih menempatkan pelayanan farmasi klinis sebagai pelayanan kefarmasian. Munculnya PMK No. 3 tahun 2020 tentang klasifikasi dan perizinan rumah sakit menimbulkan kekhawatiran akan keselamatan pasien akibat tidak dikenalnya pelayanan kefarmasian sebagai suatu pelayanan tersendiri dan hilangnya pelayanan farmasi klinis.
Berkaca dari fakta yang ada, apoteker memegang peran penting dalam memberikan pelayanan kefarmasian kepada pasien sehingga proses pengobatan akan lebih terkontrol dengan baik. Namun, di Indonesia apoteker masih belum memiliki kekuatan hukum yang kuat seperti Undang-undang (UU), ditambah lagi dengan adanya regulasi baru yang dirasa melemahkan kinerja profesi apoteker sehingga ruang gerak apoteker dalam melakukan kinerjanya terbatas.
Daftar Pustaka :
hukor.kemkes.go.id. 2020. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Klarifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. http://hukor.kemkes.go.id/hukor Diakses pada 15 Oktober 2020.
kumparan.com. 2018. Peran Apoteker Pada Pelayanan Kesehatan di Apotek. https://kumparan.com/apotek-indonesia/peran-apoteker-pada-pelayanan-kesehatan-di-apotek/ Diakses pada 14 Oktober 2020.
Pemerintah Indonesia. 2009. Undang-Undang No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Lembaran RI Tahun 2009 No. 51. Jakarta: Sekretariat Negara.
talenta.co. 2020. Poin-Poin UU Omnibus Law Cipta Kerja yang Disahkan. https://www.talenta.co/blog/insight-talenta/poin-poin-uu-omnibus-law-cipta-kerja-yang-disahkan/ Diakses pada 14 Oktober 2020.