Spesialisasi Apoteker Pertama di Indonesia
Program Pendidikan Profesi Apoteker merupakan program pendidikan profesi setelah lulus Program Sarjana (S1) untuk memperoleh keahlian dengan sebutan Apoteker/Farmasis. Apoteker sebagai tenaga kerja kesehatan dapat bekerja dalam bidang pelayanan kesehatan yang mencakup pengadaan, penyediaan, distribusi, pengawasan dan penggunaan obat antara lain di Apotek dan Rumah Sakit. Lapangan pekerjaan lulusan Farmasi dapat lebih diperluas lagi seperti dibidang kosmetik dan produk makanan.
Beberapa tahun terakhir ini isu mengenai spesialisasi apoteker di Indonesia memang marak didesas desuskan. Latar belakang munculnya spesilisasi apoteker karena semakin berkembangnya teknologi kesehatan dan pasien yang semakin ingin ditangani secara khusus (patient oriented). Spesialisasi merupakan jenjang untuk memusatkan diri sesuai keahliannya. Profesi dokter dan perawat sendiri telah memiliki spesialisasi. Spesialisasi Apoteker adalah sebuah usaha untuk mengkhususkan keterampilan apoteker agar nantinya apoteker dapat secara ahli dan kompeten dalam satu bidang yang lebih sempit. Seperti halnya spesialisasi dokter dan perawat, seorang calon apoteker spesialis juga akan belajar pertimbangan obat terhadap suatu bidang atau penyakit tertentu. Apoteker spesialis ini diharapkan mampu berkolaborasi bersama dengan dokter spesialis nantinya sehingga pengobatan pasien dapat menjadi lebih efektif.
Sistem spesialiasi apoteker yang ada di Amerika Serikat yang sebelumnya sudah mengenal 8 jenis spesialisasi apoteker yakni ambulatory care, critical care, nuclear pharmacy, nutrition support pharmacy, oncology, pediatric, pharmacoteraphy dan psychiatric pharmacy. Sedangkan di Singapura sendiri mengenal 5 apoteker spesialis yaitu advanced pharmacotherapy (dengan spesialisasi di bidang infeksi, geriatri, kardiologi dan psikiatri) dan apoteker spesialis onkologi. Pada Maret 2019, melalui Kolegium Ilmu Farmasi Indonesia telah menyepakati spesialisasi apoteker pertama di Indoenesia yaitu Apt. Sp. Rad (Apoteker Spesialis Radiofarmasi) yang disampaikan pada Pekan Ilmiah Tahunan (PIT IAI) 2019. Radiofarmasi adalah senyawa radio aktif yang digunakan untuk diagnosa, pengobatan, terhadap penyakit manusia dan untuk kepentingan analisis. Apoteker dengan spesialisasi nuklir diharapkan akan mampu memenuhi akan kebutuhan obat-obatan yang ditinjau dari semakain berkembangnya kedokteran nuklir.
Dewasa ini peranan kedokteran nuklir cukup besar dalam menunjang diagnosis penyakit-penyakit secara tepat, cepat dan seringkali lebih dini. Hampir setnua cabang ilmu kedokteran dapat memanfaatkan peranan kedokteran nuklir. Dalam praktek, kedokteran nuklir biasa digunakan untuk menunjang diagnosis penyakit-penyakit antara lain :
• tumor.
• hiper atau hipofungsi kelenjar yang memproduksi hormon (kelenjar gondok, pankreas, anak ginjal, dsb.).
• kelainan penyediaan atau aliran darah ke suatu alat tubuh (otot jantung, paru-paru, ginjal, dsb.).
• kelainan fungsi motorik alat tubuh (transit makanan dalam lambung, refluks urine, dsb.)
Nuklir tidak hanya selalu mengenai bom , tetapi nuklir juga bermanfaat di dunia kesehatan, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) memiliki sejumlah peralatan riset kesehatan terkemuka untuk penelitian aneka penyakit yaitu metode radiodiagnostik dan radioterapi, sterilisasi alat dan produk kesehatan, bank jaringan riset yang pertama di Tanah Air berfungsi untuk pengawetan jaringan biologis steril, Sterilisasi radiasi cocok untuk jaringan biologi karena prosesnya tidak mengubah struktur jaringan, pengendalian penyakit.
Radiofarmaka adalah senyawa kimia yang mengandung atom radioaktif dalam strukturnya dan digunakan untuk diagnosis atau terapi dalam bentuk sediaan injeksi yang steril dan apirogenik. Dengan kata lain, radiofarmaka merupakan obat radioaktif. Sediaan radiofarmaka dibuat dalam berbagai bentuk kimia dan fisik yang diberikan dengan berbagai rute pemberian untuk memberikan efek radioaktif pada target bagian tubuh tertentu. Bentuk fisika dan kimiawi sediaan radiofarmaka dapat berupa unsur (Xenon 133, krypton 81m), ion sederhana (iodida, pertechnetate), molekul kecil yang diberi label radioaktif, makromolekul yang diberi label radioaktif, partikel yang diberi label radioaktif, sel yang diberi label radioaktif.
Dalam keadaan ini radiofarmaka tidak berbeda dengan obat parental konvensional dalam persyaratan kemurnian, keamanan dan manfaatnya. Dengan demikian, semua produk radiofarmaka harus melalui perlakuan kendali mutu yang ketat. Standar mutu dan standar kemurnian harus ditetapkan dan produk ini harus diuji untuk menjamin kesesuaiannya terhadap standar tersebut. Dalam pengendalian dan penjaminan mutu produk inilah peran apoteker dibutuhkan. Perbedaan utama antara radiofarmaka dengan obat konvensional terletak pada umur pakai produk radioaktif yang sangat pendek (singkat) dibandingkan dengan sediaan injeksi konvensional biasanya beberapa tahun.
Mengingat bahwa radiofarmaka juga merupakan suatu obat yang sangat bermanfaat dalam bidang kesehatan khususnya pelayanan Kedokteran Nuklir dalam mendiagnosis dan pengobatan suatu penyakit, dan mengingat belum diatur secara spesifik dalam Undang‐Undang maupun Peraturan Pemerintah. Selain itu dengan mempertimbangkan keselamatan konsumen dalam hal ini pasien dari efek radiasi yang ditimbulkannya, serta adanya jaminan bahwa obat yang digunakan oleh pasien memiliki mutu, keamanan dan kemanfaatan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan maka perlu dipikirkan adanya peraturan khusus untuk mengawasi pengggunaan sediaan radiofarmaka yang meliputi proses pembuatan (produksi), dan peredaran, sehingga sediaan radiofarmaka yang beredar di Indonesia tidak melanggar asas keamanan penggunaan obat.
REFERENSI
Sarasa, Agung Bakti. 2019. Program Studi Apoteker Spesialis Nuklir Mulai Dirintis. https://nasional.sindonews.com/read/1386570/144/program-studi-apoteker-spesialis-nuklir-mulai-dirintis-1552532626 Diakses tanggal 21 Maret 2019.
Iswinarno, Chandra. 2019. IAI Gagas Apoteker Farmasi Spesialis Nuklir. https://www.suara.com/news/2019/03/13/160946/iai-gagas-apoteker-farmasi-spesialis-nuklir Diakses tanggal 21 Maret 2019.
Rosilawati, Elly. 2017. Penggunaan Radiofarmaka Untuk Diagnosa Dan Terapi Di Indonesia Dan Asas Keamanan Penggunaan Obat. Magister Hukum Kesehatan Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.
Wiharto, Kunto. 1996. Kedokteran Nuklir dan Aplikasi Teknik Nuklir Dalam Kedokteran. Pusat Standardisasi dan Penelitian Keselamatan Radiasi - BATAN.