Tuesday, January 29, 2019

Obat untuk HIV/AIDS Terancam Langka



AIDS atau Acquired Immunodeficiency Syndrome merupakan salah satu penyakit berbahaya di dunia. Sampai saat ini belum ditemukan obat yang dinilai efektif dan ampuh untuk mengobati penyakit ini. Obat-obatan yang ada saat ini hanya digunakan sebagai terapi bukan untuk mematikan virus HIV secara keseluruhan. Beberapa obat berfungsi untuk mencegah genom virus menggandakan diri dan menginfeksi DNA sel. Selain itu, ada beberapa obat mencegah virus matang untuk menyatu dengan sel sehingga HIV tidak bisa menginfeksi sel baru.
Berbagai macam cara kerja obat-obatan tersebut dapat memperpanjang umur bagi penderita atau biasa disebut ODHA atau Orang Dengan HIV/ AIDS. Orang dengan HIV/AIDS atau ODHA diharuskan mengkonsumsi berbagai macam obat-obatan secara rutin sehingga dalam jangka waktu tertentu ODHA harus memenuhi kebutuhan kesehatannya dengan penyediaan obat-obat tersebut supaya konsumsi obat dapat tetap terpenuhi. Pada dasarnya, obat-obatan yang dikonsumsi berjenis antiretroviral (ARV). Obat jenis ini bekerja dengan cara membentuk salinan palsu DNA sehingga proses penggandaan oleh virus dapat dihambat.  Konsumsi obat ini sangat penting. Konsumsi obat ini juga dilakukan seumur hidup dengan kata lain konsumsi obat ARV dilakukan secara terus menerus dan tanpa jeda. Sebab, apabila kegiatan konsumsi obat ini putus atau terhenti dapat berdampak pada resistensinya virus terhadap obat.
Di Indonesia sendiri, kegiatan pengadaan obat ARV sudah lama berlangsung demi memenuhi peningkatan pengidap HIV/AIDS. Dikutip dari Kompas.com, Indonesia menyumbang 5,2 juta jiwa di kawasan Asia Pasifik.  Dari data tersebut, kebutuhan akan obat ARV sangat diperlukan salah satunya adalah kombinasi Tenofovir, Lamivudin dan Efavirenz (TLE). Antiretroviral diperoleh menggunakan anggaran pemerintah dan e-Katalog serta tender, sehingga proses pengadaan menjadi lebih transparan dan kompetitif. Sistem pengadaan obat ini sendiri di Indonesia mengalami beberapa kendala yang disebabkan oleh salah satunya adalah proses tender yang gagal di tahun 2018. Beberapa perusahaan seperti PT. Kimia Farma dan PT. Indo Farma Medika mematok harga masing-masing Rp. 404.000,00 dan Rp.385.000,00 kepada Kementrian Kesehatan RI. Harga tersebut dinilai terlalu mahal, mengingat obat TLE apabila di pasar internasional hanya sebesar Rp.112.000,00.
Melalui pendanaan yang masih berjalan dari The Global Fund, Pemerintah mengambil keputusan untuk melakukan impor terbatas dari India dalam rangka pengadaan darurat. Dana hibah itu digunakan Kemenkes untuk membeli 220 ribu botol ARV Fixed Dose Combination jenis TLE , pada awal Desember 2018. Keputusan ini dinilai tepat sebab mengingat jumlah ODHA di Indonesia yang tergolong tinggi sehingga kebutuhan akan obat ini sangat diperlukan dengan jumlah yang besar dan dalam waktu yang singkat dimana ketersediaan itu diperkirakan hanya mencukupi hingga bulan Maret 2019.
Selama 15 tahun terakhir, sumber dana hibah terbesar yang dilakukan oleh The Global Fund for AIDS, TB & Malaria (GF ATM). GF ATM adalah lembaga pembiayaan internasional yang didedikasikan demi pengadaan dan distribusi sumber daya untuk pencegahan dan pengobatan AIDS, tuberkulosis dan malaria. Lembaga ini mendanai lebih dari seribu program di 151 negara. GF ATM selalu menggunakan model kompetisi proposal antar negara yang harus diajukan oleh Country Coordinating Mechanism (CCM). CCM dibentuk oleh pemerintah yang berisi perwakilan semua unsur pemangku kepentingan termasuk Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) dan kelompok masyarakat paling berdampak. Pada tingkat Kementerian Kesehatan, tim yang bertanggung jawab terdiri dari dua Pegawai Negeri Sipil, lima staff yang dipekerjakan GF-ATM dan satu lagi dengan dukungan Clinton Health Access Initiative. GF-ATM memberikan kuasa kepada CCM untuk memilih Principal Recipient (PR) sebagai pengelola dana hibahnya. Dalam hal ini, lingkup kerja staff bervariasi sesuai dengan lembaga penyandang dana dan komoditas yang dikelolanya seperti setingkat provinsi, kota/kabupaten, dan Fasyankes.  GF-ATM akan menyalurkan dana untuk HIV-AIDS dengan mengacu pada permintaan negara yang bersangkutan. Dengan sistem ini, PR mencatat dan melaporkan kegiatan dan pengeluaran dananya yang sesuai kriteria dan transparan melalui audit finansial.
Jika kegagalan pada tender tetap dibiarkan dikahawatirkan terjadi krisis berkelanjutan. Jika terjadi kelangkaan obat ARV maka dapat dipastikan negara akan merogoh dana besar akibat dari resistennya virus akibat adanya terhentinya konsumsi obat. Hal itu akan melatarbelakangi donor untuk memprioritaskan intervensi berdasarkan epidimiologi yang menghasilkan dampak yang substantif dan berjangka panjang terhadap epidemi HIV/AIDS. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka efektivitas dan efisiensi donor untuk pengobatan dan perawatan menjadi priorotas utama dibandingkan pencegahan dan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA
CNN Indonesia.(2019). Kemenkes Sebut Tender Obat HIV Dimulai Bulan Depan. Diakses Dari https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20190113192831-255-360502/kemenkes-sebut-tender-obat-hiv-dimulai-bulan-depan
Departemen Kesehatan RI (2018) Hari AIDS Sedunia, Momen STOP Penularan HIV: Saya Berani,Saya Sehat! Diakses dari http://www.depkes.go.id/article/view/18120300001/hari-aids-sedunia-momen-stop-penularan-hiv-saya-berani-saya-sehat-.html
Neraca.(2019). Kemenkes: Tender Obat HIV Dimulai Bulan Depan. Diakses Dari http://www.neraca.co.id/article/111775/kemenkes-tender-obat-hiv-dimulai-bulan-depan
Tirto.id (2019).Gagal Tender Obat dan Ironi Program Nasional Penanggulangan HIV/AIDS. Diakses dari https://tirto.id/gagal-tender-obat-amp-ironi-program-nasional-penanggulangan-hiv-aids-dd7R
Pusat penelitian HIV/AIDS UNIKA Atma Jaya. 2015.Pengaruh Global Health Initiative Terhadap Keberadaan dan Peran Organisasi Masyarakat Sipil dalam Pengendalian HIV di Indonesia. Diakses dari www.neliti.com/id/pph-atma-jaya
Rosa, Vania (2019) Penderita HIV/AIDS Terancam Tak Bisa Konsumsi Obat ARV Diakses dari suara.com/health/2019/01/11/054000/penderita-hiv-aids-terancam-tak-bisa-konsumsi-obat-arv 21 Januari 2019.
World Health Organization (2017) Kajian Nasional Respon HIV di Bidang Kesehatan Republik Indonesia.
Yuniar, Yuyun, Rini Sasanti Handayani, Ni Ketut Aryastani. 2012. Faktor-Faktor Pendukung Kepatuhan Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) Dalam Minum Obat Antiretroviral di Kota Bandung dan Cimahi. Diambil dari : http://ejournal.litbang.kemkes.go.id/index.php/BPK/article/viewFile/3154/3125  . (20 Januari 2019)


0 Response:

Ur Feedback

BEMF Farmasi UMS

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta adalah sebuah lembaga eksekutif dalam menjalankan miniatur government yang berkemajuan, menjadi motor dari perubahan civitas akademika dan inspirasi bagi masyarakat.

Lt.1 Fakultas Farmasi UMS

Jl. Achmad Yani - Tromol Pos I Pabelan Kartosuro Sukoharjo

SOLOTOPRO

Solidaritas, Loyalitas, Totalitas, Profesionalitas

Email

solotopro[at]gmail.com