AIDS
atau Acquired Immunodeficiency Syndrome merupakan salah satu penyakit berbahaya
di dunia. Sampai saat ini belum ditemukan obat yang dinilai efektif dan ampuh
untuk mengobati penyakit ini. Obat-obatan yang ada saat ini hanya digunakan
sebagai terapi bukan untuk mematikan virus HIV secara keseluruhan. Beberapa
obat berfungsi untuk mencegah genom virus menggandakan diri dan menginfeksi DNA
sel. Selain itu, ada beberapa obat mencegah virus matang untuk menyatu dengan
sel sehingga HIV tidak bisa menginfeksi sel baru.
Berbagai
macam cara kerja obat-obatan tersebut dapat memperpanjang umur bagi penderita
atau biasa disebut ODHA atau Orang Dengan HIV/ AIDS. Orang dengan HIV/AIDS atau
ODHA diharuskan mengkonsumsi berbagai macam obat-obatan secara rutin sehingga
dalam jangka waktu tertentu ODHA harus memenuhi kebutuhan kesehatannya dengan
penyediaan obat-obat tersebut supaya konsumsi obat dapat tetap terpenuhi. Pada
dasarnya, obat-obatan yang dikonsumsi berjenis antiretroviral (ARV). Obat jenis
ini bekerja dengan cara membentuk salinan palsu DNA sehingga proses penggandaan
oleh virus dapat dihambat. Konsumsi obat
ini sangat penting. Konsumsi obat ini juga dilakukan seumur hidup dengan kata
lain konsumsi obat ARV dilakukan secara terus menerus dan tanpa jeda. Sebab,
apabila kegiatan konsumsi obat ini putus atau terhenti dapat berdampak pada
resistensinya virus terhadap obat.
Di
Indonesia sendiri, kegiatan pengadaan obat ARV sudah lama berlangsung demi
memenuhi peningkatan pengidap HIV/AIDS. Dikutip dari Kompas.com, Indonesia
menyumbang 5,2 juta jiwa di kawasan Asia Pasifik. Dari data tersebut, kebutuhan akan obat ARV
sangat diperlukan salah satunya adalah kombinasi Tenofovir, Lamivudin dan
Efavirenz (TLE). Antiretroviral diperoleh menggunakan anggaran pemerintah dan
e-Katalog serta tender, sehingga proses pengadaan menjadi lebih transparan dan
kompetitif. Sistem pengadaan obat ini sendiri di Indonesia mengalami beberapa
kendala yang disebabkan oleh salah satunya adalah proses tender yang gagal di
tahun 2018. Beberapa perusahaan seperti PT. Kimia Farma dan PT. Indo Farma
Medika mematok harga masing-masing Rp. 404.000,00 dan Rp.385.000,00 kepada
Kementrian Kesehatan RI. Harga tersebut dinilai terlalu mahal, mengingat obat
TLE apabila di pasar internasional hanya sebesar Rp.112.000,00.
Melalui
pendanaan yang masih berjalan dari The Global Fund, Pemerintah mengambil
keputusan untuk melakukan impor terbatas dari India dalam rangka pengadaan
darurat. Dana hibah itu digunakan Kemenkes untuk membeli 220 ribu botol ARV
Fixed Dose Combination jenis TLE , pada awal Desember 2018. Keputusan ini
dinilai tepat sebab mengingat jumlah ODHA di Indonesia yang tergolong tinggi
sehingga kebutuhan akan obat ini sangat diperlukan dengan jumlah yang besar dan
dalam waktu yang singkat dimana ketersediaan itu diperkirakan hanya mencukupi
hingga bulan Maret 2019.
Selama
15 tahun terakhir, sumber dana hibah terbesar yang dilakukan oleh The Global
Fund for AIDS, TB & Malaria (GF ATM). GF ATM adalah lembaga pembiayaan
internasional yang didedikasikan demi pengadaan dan distribusi sumber daya
untuk pencegahan dan pengobatan AIDS, tuberkulosis dan malaria. Lembaga ini
mendanai lebih dari seribu program di 151 negara. GF ATM selalu menggunakan
model kompetisi proposal antar negara yang harus diajukan oleh Country
Coordinating Mechanism (CCM). CCM dibentuk oleh pemerintah yang berisi
perwakilan semua unsur pemangku kepentingan termasuk Organisasi Masyarakat
Sipil (OMS) dan kelompok masyarakat paling berdampak. Pada tingkat Kementerian
Kesehatan, tim yang bertanggung jawab terdiri dari dua Pegawai Negeri Sipil,
lima staff yang dipekerjakan GF-ATM dan satu lagi dengan dukungan Clinton
Health Access Initiative. GF-ATM memberikan kuasa kepada CCM untuk memilih
Principal Recipient (PR) sebagai pengelola dana hibahnya. Dalam hal ini,
lingkup kerja staff bervariasi sesuai dengan lembaga penyandang dana dan
komoditas yang dikelolanya seperti setingkat provinsi, kota/kabupaten, dan
Fasyankes. GF-ATM akan menyalurkan dana
untuk HIV-AIDS dengan mengacu pada permintaan negara yang bersangkutan. Dengan
sistem ini, PR mencatat dan melaporkan kegiatan dan pengeluaran dananya yang
sesuai kriteria dan transparan melalui audit finansial.
Jika
kegagalan pada tender tetap dibiarkan dikahawatirkan terjadi krisis
berkelanjutan. Jika terjadi kelangkaan obat ARV maka dapat dipastikan negara
akan merogoh dana besar akibat dari resistennya virus akibat adanya terhentinya
konsumsi obat. Hal itu akan melatarbelakangi donor untuk memprioritaskan
intervensi berdasarkan epidimiologi yang menghasilkan dampak yang substantif
dan berjangka panjang terhadap epidemi HIV/AIDS. Berdasarkan pertimbangan
tersebut maka efektivitas dan efisiensi donor untuk pengobatan dan perawatan
menjadi priorotas utama dibandingkan pencegahan dan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
CNN
Indonesia.(2019). Kemenkes Sebut Tender
Obat HIV Dimulai Bulan Depan. Diakses Dari https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20190113192831-255-360502/kemenkes-sebut-tender-obat-hiv-dimulai-bulan-depan
Departemen
Kesehatan RI (2018) Hari AIDS Sedunia, Momen STOP Penularan HIV: Saya
Berani,Saya Sehat! Diakses dari http://www.depkes.go.id/article/view/18120300001/hari-aids-sedunia-momen-stop-penularan-hiv-saya-berani-saya-sehat-.html
Neraca.(2019).
Kemenkes: Tender Obat HIV Dimulai Bulan
Depan. Diakses Dari http://www.neraca.co.id/article/111775/kemenkes-tender-obat-hiv-dimulai-bulan-depan
Tirto.id
(2019).Gagal Tender Obat dan Ironi
Program Nasional Penanggulangan HIV/AIDS. Diakses dari https://tirto.id/gagal-tender-obat-amp-ironi-program-nasional-penanggulangan-hiv-aids-dd7R
Pusat
penelitian HIV/AIDS UNIKA Atma Jaya. 2015.Pengaruh
Global Health Initiative Terhadap Keberadaan dan Peran Organisasi Masyarakat
Sipil dalam Pengendalian HIV di Indonesia. Diakses dari www.neliti.com/id/pph-atma-jaya
Rosa,
Vania (2019) Penderita HIV/AIDS Terancam
Tak Bisa Konsumsi Obat ARV Diakses dari suara.com/health/2019/01/11/054000/penderita-hiv-aids-terancam-tak-bisa-konsumsi-obat-arv 21
Januari 2019.
World Health Organization
(2017) Kajian Nasional Respon HIV di Bidang Kesehatan Republik Indonesia.
Yuniar, Yuyun, Rini Sasanti
Handayani, Ni Ketut Aryastani. 2012. Faktor-Faktor
Pendukung Kepatuhan Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) Dalam Minum Obat
Antiretroviral di Kota Bandung dan Cimahi. Diambil dari : http://ejournal.litbang.kemkes.go.id/index.php/BPK/article/viewFile/3154/3125 . (20 Januari 2019)
0 Response:
Post a Comment